Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mudjiono, Menanamkan Kecintaan pada Seni Tradisi

Kompas.com - 14/03/2013, 14:35 WIB
Sri Rejeki

Penulis

”Kalau liburan sekolah malah kegiatan kami berlangsung dari pagi sampai malam. Banyak siswa dari luar kota yang menginap agar tak mondar-mandir,” kata Mudjiono.

Ia berencana membuat ”wisata terampil” bagi anak-anak saat liburan sekolah, yakni belajar mendalang, karawitan, dan tari. Mudjiono tak menetapkan tarif untuk jasanya mengajar. Orangtua siswa membayar secara sukarela. Uang itu pun biasanya digunakan untuk kebutuhan pentas siswa.

Budi pekerti

Saat mengajar, Mudjiono menyisipkan nilai-nilai budi pekerti yang terkandung dalam wayang. Ia juga menyaring cerita wayang agar cocok dikonsumsi anak-anak. Contohnya, lakon Guwarso Guwarsi. Perebutan cupu manik oleh tiga bersaudara, Anjani, Guwarso, dan Guwarsi, diibaratkan perebutan mainan yang berakhir dengan ketiganya menjadi kera.

”Saya memberi pemahaman, kalau tak menurut orangtua, kita bisa menjadi kera. Untuk anak yang lebih besar, saya katakan kera itu perumpamaan untuk sifat buruk,” katanya.

Ia memakai bahasa sederhana dan mengadaptasi pakem wayang sesuai kemampuan anak. Siswa yang kesulitan membawakan cerita berbahasa Jawa dibolehkan tampil dengan bahasa yang dikuasainya.

”Tujuan saya bukan mencetak dalang, penari, atau pemain karawitan. Semuanya diserahkan kepada si anak. Murid pertama saya, misalnya, kini jadi arsitek di Bandung. Saya hanya ingin memberi wadah agar anak punya penyaluran positif dan saat dewasa mereka peduli pada seni tradisi,” katanya.

Sikap Mudjiono terlihat saat siswa asuhnya mengikuti lomba. Ia tak menekankan kemenangan, tetapi mementingkan keberanian dan ekspresi anak. Ia tak ragu menyertakan siswa yang baru bergabung untuk tampil meski penampilan sanggarnya menjadi tak ”sebaik” sebelumnya. Justru kekalahan menjadi sarana dia memberi pemahaman kepada siswa tentang sikap sportif.

”Kalah-menang itu biasa, yang penting anak menikmati waktunya tampil di panggung,” kata Mudjiono yang melihat ajang lomba untuk anak kerap berakhir tak sehat akibat ambisi orangtua, guru, dan sekolah.

Pada tahun-tahun genap, Mudjiono menggelar pertunjukan bagi anak asuhnya. Ia memenangi seleksi proposal kegiatan sehingga sebagian biayanya dari Yayasan Kelola Jakarta. Pertunjukan itu, antara lain, Wayang Duet, Wayang Orang Anak-anak, dan Wayang Kancil.

Sementara pada tahun-tahun ganjil, mereka ikut Festival Dalang Bocah yang digagas Mudjiono sejak 2005. Pada festival ini semua anak mendapat penghargaan sesuai dengan karakter masing-masing, misalnya dalang paling berani dan dalang paling semangat. Demikian pula dengan pemain karawitan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com