Problematika anak
Masalah anak yang paling umum ditemui adalah konsentrasi sebagai kemampuan dasar yang harus dimiliki ketika anak memasuki SD. IQ tinggi, tetapi jika konsentrasinya rendah, maka prestasinya pun tidak akan menonjol di sekolah.
Selanjutnya, mengenai hal taat aturan. Anak-anak membutuhkan latihan yang diberikan sejak usia 3 tahun agar mereka terbiasa dengan aturan. Jadi, ketika di SD mereka di kelas tahu saat harus diam dan tidak mengobrol, karena mereka terbiasa dengan aturan. Jika tidak terbiasa, maka mereka akan selalu melanggar aturan.
Masalah lain adalah kesulitan belajar. Tetapi, ini bentuknya lebih organis karena menyangkut gangguan pada fungsi otak. Anak yang mempunyai masalah ini dapat diatasi dengan perlakuan yang sesuai dengan diagnosisnya.
Hal lainnya adalah adanya kelas akselerasi. Ada beberapa kasus yang ditemui ketika anak 15 tahun sudah menginjak kelas 3 SMA, ternyata anak itu mulai menyadari dan mempertanyakan kapan waktu bermainnya. Di sisi lain, anak tersebut terlihat lebih "anak-anak" dibandingkan teman sekolahnya. Usia dan pola pikir si anak berbeda dengan teman-temannya.
Anak di lingkungan demikian sering merasa tertekan dan menjadi korban kekerasan. Walau bedanya hanya 3 tahun lebih muda dari usia normal kelas 3 SMA (17-18 tahun), namun anak itu merasa beban ketika dianggap sebagai orang dewasa.
Selanjutnya, sekolah rumah atau homeschooling, juga mempunyai efek positif dan negatif untuk anak. Positifnya, keamanan anak terjamin dan terpantau dalam jangkauan pengamatan orangtua. Anak juga fleksibel dalam waktu belajar, dan lebih mendapat perhatian oleh gurunya.
Namun, tentu, ada sisi negatifnya. Kesempatan mereka untuk bersosialisasi dan belajar berbagi terbilang rendah, termasuk kemampuan dalam hal yang sifatnya pertemanan lebih sedikit. Walaupun kebanyakan pertimbangan sekolah rumah itu masalah fleksibelitas waktu belajar, anak-anak secara tidak langsung didukung untuk "tidak bertanggung jawab" terhadap yang mereka lakukan.
Misalnya, anak-anak yang berprofesi sebagai artis, mereka tidak harus bekerja di usianya. Hal ini erat kaitannya dengan eksplorasi anak sehingga tidak benar terlepas dari apapun tujuannya.
Pemerintah sudah menetapkan usia wajib belajar. Jadi, minimal sampai anak menyelesaikan usia wajib belajar, mereka tidak diwajibkan untuk bekerja. Fokus mereka adalah di belajar. Tidak menjadi masalah jika sekolah rumah tujuannya untuk alasan keamanan. Tetapi, jika tujuannya untuk anak bekerja, itu jelas tidak dibenarkan.
Gambaran Ideal
Generasi emas adalah generasi yang optimal, tanggap, serta mendapatkan stimulasi sesuai perkembangan dan kemampuannya, baik perkembangan fisik maupun psikisnya. Tidak akan efektif jika memberikan stimulasi tidak sesuai usianya.
Contohnya, ketika orangtua berkomunikasi dengan anak terkait dengan stimulasi bahasa, anak tidak hanya diminta membaca buku cerita sementara orang tua mendengarkan. Tetapi, sebaiknya orangtua berkomunikasi secara efektif, misalnya membacakan cerita dengan mimik, gerak, sehingga anak lebih tertarik dengan bacaannya.
Idealnya, tentu saja, kemampuan anak harus sesuai dengan umurnya. Kondisi sekarang, ketika pelajaran kelas 1 SD sudah sudah diajarkan pada prasekolah, pada akhirnya akan membentuk generasi drilling, bukan generasi emas lagi.
Peran guru (prasekolah) adalah memperkenalkan sesuatu kepada anak dan menjadi jembatan. Hal ini mengingat, bahwa usia prasekolah tahap berfikirnya adalah tahap konkrit, dimana segala sesuatu itu harus ada contohnya. Misalnya, memberi contoh kerapihan, cara menyusun buku, membereskan mainan, dan lain sebagainya. Selain itu, guru juga perlu memahami usia perkembangan anak sebagai pedoman untuk membuat kurikulum.