Apa yang terjadi? Karena peristiwa itu, Tirta rela menggadaikan sertifikat tanahnya untuk membuat sebuah ruangan di samping rumahnya. Ruangan itu khusus digunakan untuk wirausaha remaja hingga dewasa. Sementara untuk mereka yang masih anak-anak, Tirta tetap merelakan penggunaan ruangan di rumahnya sebagai "warung" tersebut. Dengan pemisahan ruang itu, kini Tirta merasa lebih mudah mengawasi dan mengontrol buku-buku untuk orang dewasa agar jangan tidak jatuh ke tangan anak-anak itu lagi.
Laboratorium kehidupan
Tirta mengaku, dirinya merasa perlu terus bersyukur atas anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Sebab, di awal langkahnya membentuk Warung Pasinaon pada 2007 silam, hanya 14 anak yang mau belajar di sana. Lokasinya pun bukan di rumahnya, melainkan di sebuah mushala di desa Bergaslor.
Di sana, anak-anak memiliki jadwal tetap, mulai dari belajar Bahasa Inggris, dongeng Nabi, dan diakhiri dengan Shalat Dhuha berjamaah. Namun, Warung Pasinaon di tempat ibadah itu hanya bertahan selama satu bulan. Saat itu, tak sedikit warga yang memandang kalau mushala tak boleh digunakan untuk kegiatan lainnya, selain beribadah.
Karena belum memiliki rumah, Tirta pun memutar pikirannya, akan kemanakah Warung Pasinaon ini selanjutnya. Namun, Tirta mengaku, hambatan tempat tak boleh jadi penghalang passion-nya untuk mengajarkan anak-anak.
Beruntung, saat itu, masyarakat mulai memandang positif keberadaan Warung Pasinaon. Tak sedikit dari mereka yang menyediakan ruang tamu, garasi, maupun terasnya untuk dipergunakan melakukan kegiatan-kegiatan kreatif.
"Kalau dihitung-hitung sudah empat kali pindah, dan yang kelima, akhirnya bisa dilakukan di rumah saya," ujar dia.
Menjadi seorang pejuang pendidikan, lanjut Tirta, bisa dilakukan oleh setiap orang. Banyak orang saat ini memasrahkan buta aksara mereka pada para tutor maupun para pelaku praktisi di lapangan. Padahal, tutorial itu bisa diterapkan di rumah masing-masing.
"Tidak perlu menjadi orangtua biologis untuk melakukan pendampingan pada anak-anak. Asalkan kita merasa sebagai orang tua yang dapat memberikan perhatian dan kepedulian kepada siapapun dengan cara apapun, maka persoalan bisa diminimalisir," ucapnya.
Kini, walaupun telah memiliki Warung Pasinaon, Tirta masih memiliki mimpi besar untuk memiliki sebuah sekolah dengan laboratorium khusus, yang kelak ia namakan "laboratorium kehidupan". Di sekolah itu, ia bercita-cita, tak ada lagi batasan umur untuk mereka yang mau belajar.
Tirta juga berharap, kelak di sekolah itu orang-orang bisa berwirausaha, selain bisa menulis, dan membaca. Ia mengatakan, akan ada empat literasi yang diingingkannya untuk menjadi kurikulum di sekolahnya itu, antara lain literasi budaya, kewirausahaan, kesehatan, dan edukasi formal.
"Jadi, menurut saya, taman bacaan dan perpustaakan itu tidak hanya berkutat pada buku, menulis, dan membaca. Tetapi, bagaimana menulis dan membaca itu dapat mempengaruhi seseorang, termasuk menyelesaikan PR kita menghadapi kemiskinan dan keterbatasan," pungkas Tirta.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.