Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Paling Bahagia

Kompas.com - 11/12/2013, 11:10 WIB

Oleh: Doni Koesoema A

Ada berita gembira dari hasil PISA 2012. Siswa Indonesia menempati peringkat kesatu dalam kriteria merasa paling bahagia berada di sekolah dan mampu bersahabat. Apa yang bisa kita petik dari berita gembira ini?

Di balik berita gembira ini, ada satu fakta kontras. Meskipun paling bahagia, dan paling bisa bersahabat, siswa Indonesia ternyata tidak banyak belajar di sekolah. Indonesia tetap saja menduduki peringkat ke-2 dari bawah di antara 65 peserta Programme for International Student Assessment (PISA) yang mengikuti penilaian internasional di bidang Matematika, membaca, dan sains. Indonesia berada di bawah Qatar dan di atas Peru.

Kontras kedua adalah kenyataan bahwa tetangga dekat kita, Singapura, berada di peringkat ke-2 terbaik! Berkebalikan dengan Indonesia: di dua terbawah. Singapura adalah satu-satunya keajaiban di PISA 2012 karena perubahan kualitas pendidikan dari tahun ke tahun paling tinggi, yaitu 3,3 poin, sedangkan Indonesia -1,9.

Kontras ketiga adalah sebuah ironi bahwa pemerintah kita, demi meningkatkan kualitas pendidikan, berusaha mencontoh yang terjadi di Finlandia. Finlandia sudah bukan lagi merupakan keajaiban! Ia terjungkal di posisi ke-12. Posisi lima besar, selain Singapura, justru diisi prestasi dari ”Negeri Tirai Bambu”, China, yaitu China, Hongkong, Taiwan, dan Makau, serta Korea. Keajaiban tersebut ada di Singapura, Korea, dan ”Negeri Tirai Bambu”!

Faktor Matematika

Penyelenggara PISA 2012 secara umum menyimpulkan bahwa prestasi siswa di bidang Matematika sangat menentukan keberhasilan dan kemajuan bangsa, baik itu dalam peningkatan kualitas pendidikan maupun dalam partisipasi politik. Meningkatnya kemampuan Matematika seiring dengan bertumbuhnya rasa percaya diri, rasa kepemilikan akan masa depan sebagai pelaku perubahan. Faktor Matematika menjadi prediktor perubahan sosial dan ekonomi bangsa.

Kenyataan bahwa siswa Indonesia merasa paling bahagia, juga paling mudah bersahabat, tetapi tetap terpuruk prestasi akademisnya menunjukkan bahwa sistem pendidikan kita telah gagal melahirkan individu pembelajar. Semangat Kurikulum 2013, yang diterapkan tanpa memperhatikan beragam prasyarat, seperti kemampuan guru, dukungan sarana dan prasarana, sistem kebijakan evaluasi pendidikan yang konsisten, serta sistem perbukuan yang demokratis dan transparan, hanya akan membuat guru dan siswa bersenang-senang di sekolah. Namun, siswa tak belajar!

Siswa Indonesia yang menjadi peserta PISA 2012 adalah produk Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dari sisi ini, KTSP sudah berhasil membuat siswa merasa senang berada di sekolah. Bahkan, kemampuan sosial anak-anak Indonesia dalam menjalin persahabatan paling tinggi di antara siswa peserta PISA. Meskipun baik, KTSP telah gagal melahirkan siswa sebagai pembelajar yang bernalar.

Sekarang datang Kurikulum 2013 yang berpretensi melengkapi yang kurang dalam KTSP. Apakah Kurikulum 2013 dapat mendongkrak prestasi Indonesia di PISA?

Jawabannya: Tidak! Mengapa? Selain penerapannya dipaksakan, Kurikulum 2013 tidak matang, di sana-sini masih banyak kekurangan dan kekacauan. Kelemahan ini bukan sekadar persoalan teknis, melainkan pada persoalan visi dan implementasi visi dalam dunia pendidikan, terutama dalam pembelajaran di sekolah.

Sudah banyak yang mengkritik Kurikulum 2013, terutama terkait dengan gagasan kompetensi, baik itu Kompetensi Inti ataupun Kompetensi Dasar. Kompetensi dalam Kurikulum 2013 banyak mengandung unsur ketidakmasukakalan yang sulit dievaluasi dan dinilai.

Spiritualisme dangkal

Bahkan, kecenderungan seluruh kompetensi diarahkan pada bentuk-bentuk kerohanian dan keagamaan, membuat kita jatuh dalam spiritualisme pendidikan yang dangkal. Kurikulum Jalan ke Surga, itulah seloroh yang selama ini muncul tentang Kurikulum 2013.

China adalah negara komunis. Singapura adalah negara sekuler yang plural. Mereka semua menjadi jawara dalam PISA karena mengutamakan proses belajar! Bukan berdoa!

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com