Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Guru-guru Magang di Pedalaman

Kompas.com - 09/02/2015, 15:01 WIB

Kebijakan pemerintah daerah untuk mengatasi masalah kekurangan guru justru kadang memperparah keadaan. Kewenangan pemerintah kota atau kabupaten untuk mengangkat guru TK, SD, SMP, dan SMA sederajat sering mengendurkan standar kualitas guru. Sebagian pemerintah daerah tidak mematuhi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Masalah kian runyam karena sekolah ikut mengangkat guru saat tak kunjung mendapat bantuan guru. Standar kompetensi guru pun tidak terkendali. Fakta ini tidak menafikan adanya banyak guru tak tetap yang memiliki pengabdian tulus untuk melayani anak-anak di daerah terluar, terdepan, dan tertinggal.

Guru-guru berstatus tidak tetap di sekolah negeri ataupun swasta berseliweran. Ada yang direstui dinas pendidikan setempat guna mengatasi kekurangan guru sambil menanti formasi pengangkatan sebagai guru pegawai negeri sipil (PNS). Ada juga guru yang direkrut atas inisiatif sekolah, dengan gaji dari bantuan operasional sekolah atau iuran komite sekolah.

Guru-guru tak tetap yang dikenal dengan guru honorer ini bersedia digaji rendah dengan harapan berkesempatan jadi guru PNS saat pemerintah membuka formasi pengangkatan guru. Namun, guru-guru honorer, yang berfungsi sama dengan guru tetap, sering kurang mendapat kesempatan mengikuti pelatihan dan pendidikan guru.

Guru magang dan kontrak

Di Kabupaten Sumba Timur, guru-guru magang hampir  ditemui di banyak SD negeri ataupun swasta. Bagi sebagian sekolah yang kekurangan guru, keberadaan guru magang kerap menjadi andalan.

Mereka adalah lulusan SMA/SMK yang hendak melanjutkan kuliah ke program studi pendidikan di Universitas Terbuka. Agar bisa terdaftar, mereka mesti mendapat surat pengantar dari dinas pendidikan setempat yang menyatakan mereka punya pengalaman mengajar. Seorang guru magang setidaknya butuh pengalaman mengajar satu tahun untuk bisa mendapatkan surat pengantar yang "sakti" itu.

Di pedalaman Papua Barat, seperti di Kampung Tanah Merah, Kabupaten Teluk Bintuni, kekurangan guru juga diisi oleh guru tidak tetap alias guru kontrak. Mereka bisa disediakan pemerintah daerah, pemerintah pusat, atau sekolah.

Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Teluk Bintuni merekrut lulusan SMA/SMK terbaik untuk dikirim kuliah strata satu (S-1) pendidikan guru di sejumlah lembaga pendidik tenaga kependidikan (LPTK). Setelah lulus, mereka dijadikan guru kontrak di daerah-daerah terpencil yang kekurangan guru. Cara lain, guru kontrak direkrut dari lulusan S-1. Gaji guru kontrak dari pemerintah daerah mencapai Rp 3 juta per bulan.

Janji perbaikan

Saat bersamaan, pemerintah pusat (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi) mengirim bantuan guru lewat program Sarjana Mengajar di daerah terluar, terdepan, dan tertinggal. Sekolah yang tidak kebagian guru kontrak dari pemerintah daerah terpaksa memenuhi kebutuhan guru secara mandiri. Guru kontrak sekolah ini digaji dari BOS, yaitu sekitar Rp 1 juta per bulan.

Bagaimana persisnya kebijakan pemerintah? Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan, pemerintah fokus memperbaiki perekrutan guru dan peningkatan mutu dalam 5 tahun ke depan. Janji serupa disampaikan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir, yang bakal memperkuat kualitas pendidikan calon guru di perguruan tinggi, termasuk merekrut calon mahasiswa guru.

Sebagai komponen paling peting di sekolah, perekrutan dan kualitas guru perlu penanganan serius. Ketika kualitas sebagian guru dibiarkan ala kadarnya, sulit mengharapkan pendidikan bangsa ini maju, apalagi mengungguli negara-negara lain.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com