Setelah mengkaji ulang pelaksanaan UN sebelumnya, perubahan tersebut dirasakan perlu dalam rangka mewujudkan filosofi dasar UN dalam sistem pendidikan di Indonesia. UN diberlakukan dalam upaya mengevaluasi tingkat keberhasilan pemerataan mutu pendidikan di seluruh wilayah Indonesia.
Untuk itu, UN seharusnya dapat digunakan sebagai acuan antar-provinsi dan sebagai pertimbangan siswa untuk masuk seleksi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi sehingga sepatutnya hasil UN memberi informasi detail dan menyeluruh atas capaian kompetensi siswa. Dengan demikian, para guru dan pengajar diharapkan terdorong terus melakukan penguasaan dan peningkatan kompetensi diri agar siswanya termotivasi untuk belajar sungguh-sungguh dan menyukai proses belajar.
Namun, faktanya banyak siswa yang hanya mementingkan nilai semata. Hal itu didorong rasa takut dan mungkin malu jika gagal lulus UN. Hal itu juga yang menyebabkan guru dan sekolah hanya berfokus pada nilai, bukan pada peningkatan kompetensi diri sehingga informasi capaian siswa yang diperoleh dari hasil UN kurang lengkap.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan pada Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) 2015 di Depok, Senin (30/3/2015), lalu mengatakan bahwa tujuan utama pemerintah memberikan mutu pendidikan yang adil dan merata juga tidak dapat tercapai dengan baik karena kurang bermaknanya perbandingan antar-provinsi, yaitu ketika kecurangan terjadi dalam proses pelaksanaan UN itu sendiri. Jika hasil UN tidak lengkap, apa lagi ditambah kemungkinan terjadinya kecurangan, maka secara otomatis hasil UN belum dapat secara maksimal dimanfaatkan sebagai alat seleksi siswa untuk maju ke jenjang lebih tinggi.
Perubahan UN
Sebanyak 700.000 pengawas telah disiapkan untuk mengawasi jalannya UN tahun ini. Sementara itu, 35 juta eksemplar naskah UN harus didistribusikan tepat waktu agar 7,3 juta peserta ujian tahun ini dapat melaksanakan UN secara serempak.
Tahun ini, UN memang bukan lagi penentu kelulusan dan dapat diulang lewat ujian perbaikan pada tahun berikutnya. Bahkan, mulai 2016, kelulusan siswa sepenuhnya ditentukan oleh sekolah dengan mempertimbangkan capaian siswa pada seluruh mata pelajaran, keterampilan, maupun sikap dan perilaku siswa selama duduk di bangku sekolah. Selain itu, nantinya, UN juga dapat ditempuh beberapa kali dan wajib diambil minimal satu kali oleh siswa.
Perbaikan di berbagai sisi pun dilakukan, mulai peningkatan mutu soal yang mendorong deep learning siswa melalui soal-soal kontekstual, disertai survei dan kuisioner untuk mengidentifikasi faktor yang berpengaruh pada keberhasilan siswa, serta Sertifikat Hasil Ujian Nasional (SHUN) lebih lengkap dalam menggambarkan capaian kompetensi siswa. Terakhir, UN nantinya akan dilakukan menggunakan CBT atau Computer-Based Test secara merata di seluruh sekolah di Indonesia.
"Harapannya, ujian nasional tidak akan menjadi momok yang menakutkan lagi bagi siswa, guru, dan orang tua," ujar Mendikbud.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.