Kita harus mulai membuat peta. Pilih siapa saja orang-orang sekitar yang memiliki pengaruh besar terhadap hidup Anda.
"Kita tidak bisa menyenangkan semua orang. Itu tidak mungkin. Jadi kita harus fokus terhadap kebutuhan stakeholder yang kita pilih saja," katanya.
Buat “Brand Positioning Statement”
Setelah menentukan stakeholder, buatlah tujuan terarah bagi tiap stakeholder. Misalnya, bagi pasangan, Anda ingin menjadi seperti apa? Hal ini pasti sedikit berbeda dengan posisi ketika harus berhadapan dengan atasan atau rekan sejawat.
Buktikan dengan aksi
Jika sudah tahu tujuannya, Anda lebih mudah memposisikan diri di hadapan para stakeholder, mulai dari cara berbicara, tingkah laku, sampai gaya berpakaian.
Komunikasikan
Setiap jalur komunikasi, langsung maupun tidak langsung, harus saling melengkapi dan konsisten. Kini tanpa sadar, apa yang ditulis dan disebarkan di media sosial menjadi cerminan diri. Jadi berhati-hatilah!
Amalia mengatakan, pada dasarnya kekuatan brand seseorang harus dipupuk jauh-jauh hari.
Kekuatan itu tidak hadir secara tiba-tiba.
Dia mencontohkan kasus Ahok, sapaan hangat Gubernur DKI Jakarta, saat dia diterjang pemberitaan negatif. Ketika itu, banyak orang membela Ahok. Bahkan, hashtag "saveAhok" marak digunakan di media sosial.
"Karena Ahok Dari awal sudah membina 'crowd'-nya. Ketika muncul cobaan brand seperti itu, banyak brand guardian membela dia," kata Amelia.
Lakukan evaluasi
Saat sudah berjalan cukup jauh, jangan lupa melihat ke belakang. Sudah sampai di mana kah Anda? Apakah sudah dekat dengan cita-cita awal atau malah menjauh?
Ulang dari awal
Jika diperlukan, Anda bisa merancang ulang cita-cita. Tentu saja hal ini harus dipikirkan secara matang karena membangun citra diri memerlukan proses panjang.
Menutup ceramahnya, Amalia mengingatkan bahwa personal branding adalah sebuah seni membangun persepsi orang-orang yang kita pilih dari waktu ke waktu. Citra diri kuat dapat membentuk pribadi cemerlang.
"Cemerlang itu tidak sama dengan sempurna, ya. Jadi tidak apa-apa jika seorang yang supel untuk marah. Tapi ingat, jangan sampai marahnya terlalu sering sehingga malah jadi pemarah," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.