JAKARTA, KOMPAS - Sering terdengar slogan bahwa kemajuan dan kesejahteraan suatu bangsa tak terutama tergantung kepada sumber daya alam, yang di Indonesia sudah hampir terkuras habis, tetapi kepada sumber daya manusia.
Korea Selatan dan Singapura bisa disebut contoh dekat. Namun, dalam slogan itu jarang diungkapkan perbedaan antara kedua sumber daya itu. Sumber daya alam (SDA) diberi oleh alam yang pemurah, sementara sumber daya manusia (SDM) harus dibuat manusia sendiri. SDA bersifat given, sedangkan SDM merupakan suatu kualitas yang harus diproduksi manusia.
Beberapa minggu lalu Presiden Joko Widodo membuat pernyataan yang patut diperhatikan, dan membangunkan kita dari kesadaran yang tidur nyenyak. Berkata Presiden, tahun 1970-an Indonesia booming minyak. Negara seakan terapung di atasnya. Tetapi, akhirnya kita tak dapat suatu apa kecuali bahwa Pertamina hampir saja bangkrut. Tahun 1980-an ada booming kayu, tetapi yang didapat negara hanya gundulnya hutan tropis di Sumatera dan Kalimantan, dan meningkatnya kerentanan terhadap banjir setiap hujan turun. Tahun 2000-an ada booming mineral, seperti batu bara, tetapi tak ada yang tertinggal untuk negara dan bangsa. Hasilnya, hancurnya lingkungan dengan depresiasi yang luar biasa berhadapan dengan 95 persen eksportir yang tak punya nomor pokok wajib pajak. Satu-satunya yang masih terselamatkan hanyalah laut, sehingga pencurian kekayaan laut harus dihentikan dengan tegas.
Tentu saja Presiden Jokowi menyadari pentingnya SDM sekalipun hal itu tak disinggung dalam pernyataannya. Kita tahu, SDM harus dibuat, harus diproduksikan. Adapun jalan untuk menghasilkan SDM adalah pendidikan. Horace Mann, pemikir pendidikan yang sering dikutip filsuf John Dewey berkata education is our only political safety, outside of this ark is the deluge (pendidikan adalah pengamanan politik kita satu-satunya, di luar bahtera ini hanya ada banjir dan air bah).
Menurut Mann, pendidikan umum merupakan penemuan terbesar manusia. Organisasi-organisasi sosial lain semuanya hanya kuratif dan remedial sifatnya. Sekolah saja yang dapat mencegah dan menangkal kesulitan dan bencana. Namun demikian, hanya pendidikan dengan asas-asas dan praktik yang benarlah yang dapat menjadi pengamanan politik dan menciptakan SDM, yaitu orang-orang yang dilengkapi tingkat kecerdasan tertentu dengan watak danprinsip-prinsip tertentu. Orang-orang yang dididik dengan baik dapat membantu proses produksi dalam ekonomi dan memperkuat integrasi sosial dalam kelompoknya. Sebaliknya, pendidikan yang centang-perenang, tanpa arah dan tujuan jelas, hanya akan menghasilkan orang-orang yang menjadi beban masyarakatnya dan sumber masalah yang mempersulit kehidupan bersama.