Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sisi Edukasi Puasa

Kompas.com - 14/07/2015, 15:01 WIB

Namun, daya-daya primordial ini perlu dikelola agar tak jadi ekstremitas sebagai sumber malapetaka. Berbagai tragedi kemanusiaan dalam sejarah, di antaranya dimulai pembunuhan Habil oleh Qabil, Perang Dunia I dan II, genocide, aneksasi Amerika Serikat atas Irak, perdagangan manusia, HIV/AIDS, ataupun korupsi, jika dirunut merupakan besaran persoalan-persoalan yang bersumber dari perut dan (maaf) sedikit di bawah perut.

Berpuasa adalah cara Tuhan memelihara agar jiwa tak kalah dan "terjajah" oleh daya-daya badan dengan menguatkan jiwa dan "menjinakkan" badan melalui proses penyesuaian diri. Dalam buku-buku tasawuf yang ditulisnya  setelah menjadi sufi,  Al-Ghazali-juga sufi pada umumnya-melihat badan secara lebih negatif daripada fungsi instrumental positifnya, yaitu sebagai hambatan yang tuntutannya perlu dijauhi. Ia menekankan perlunya inisiatif dan kontrol jiwa terhadap badan dan tuntutan- tuntutannya. Untuk itu, kata, Al-Ghazali, "lapar" (al-ju') dan pembersihan jiwa merupakan hal utama yang perlu dilakukan agar manusia mencapai kesempurnaan alias insan kamil.

Kejujuran pilar takwa  

Merasa selalu "dilihat" Tuhan adalah kesadaran utama yang menyertai orang berpuasa. Oleh sebab itu, ketika haus, lapar, dan syahwat menyergapnya di siang hari, keinginan itu tidak segera  dipenuhinya meskipun dapat dilakukan dengan bersembunyi. Kesadaran bahwa Tuhan tidak bisa dikelabui dan kehendak yang terkendali selama sebulan itu,  seyogianya jadi sikap menetap pada umat yang berpuasa, yang membuahkan perilaku jujur.

Kejujuranlah nilai yang hendak ditanamkan dalam ibadah puasa karena kejujuran adalah pilar utama ketakwaan sehingga tak mungkin kesalehan hidup terwujud tanpa kejujuran. "Hanya jujur saja, ya, Rasulullah?" tanya preman yang ingin tobat. "Ya, jangan berbohong," jawab sang Nabi dalam suatu kisah. Kejujuran menuntun sang preman jadi  saleh karena setiap akan berbuat jahat ia teringat komitmen kejujurannya pada Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad sendiri digelari al-amin (orang tepercaya, amanah) sebelum diangkat menjadi rasul.

Maka, sungguh ajaib, di negeri mayoritas Muslim yang gegap-gempita berpuasa ini, ketidakjujuran justru merata di mana-mana. Apa yang salah dengan puasa kita?

Mohammad Abduhzen
Direktur Eksekutif Institute for Education Reform Universitas Paramadina; Ketua Litbang PB PGRI

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Juli 2015, di halaman 6 dengan judul "Sisi Edukasi Puasa".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com