Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sudah Era MEA, Bekali Anak Biar Tak Cuma Jadi Penonton di Negeri Sendiri!

Kompas.com - 30/09/2016, 13:48 WIB
Cahyu Cantika Amiranti

Penulis

Rekaman tersebut menyertakan pula gambar dan informasi yang lebih mudah diserap anak-anak.

Untuk tujuan tersebut, sekolah menyediakan juga tablet berisi e-book untuk pengerjaan tugas kelompok. Siswa diizinkan mengakses informasi online selama penggarapan tugas itu.

Tak asal-asalan, pengajar di sekolah yang memakai sistem ini sudah harus memiliki sertifikasi intenasional—misalnya dari Apple atau Google—untuk mengajar menggunakan aplikasi gadget. Karenanya, orangtua tak perlu lagi khawatir soal penggunaan teknologi dalam proses belajar anak.

Begitu masuk sekolah menengah, siswa mulai diajak melakukan analisis yang lebih menyeluruh. Di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), misalnya, mereka sudah ditantang membuat penelitian atau percobaan sesuai kreativitas masing-masing.

Tujuannya adalah merangsang rasa ingin tahu dan kreativitas siswa. Contohnya, siswa kelas VII membuat jembatan dari stik es krim. Beda lagi, siswa kelas VIII membuat bluetooth speaker memakai stik es krim sebagai kemasannya.

Bermodal stik es krim, siswa tanpa terasa mengasah penalaran—matematika dan teknologi—untuk mengukur keseimbangan dan proporsi benda, sekaligus kemampuan seni untuk bentuk-bentuk yang dihasilkan.

Sesudah itu pun, para siswa diminta membuat presentasi untuk karya-karyanya itu.

"Keberanian dan kemampuan berbicara di depan publik mulai diasah di sini," kata Jefri.

Tak cukup, para siswa juga didorong mengikuti kompetisi. Dari ajang-ajang tersebut, mental siswa dilatih tangguh. Menang atau kalah ditekankan bukan menjadi tujuan utama, karena strategi dan usaha yang dilakukan adalah yang lebih penting sebagai pelajaran.

Dok Sampoerna Academy Siswa Sampoerna Academy yang memenangkan kompetisi setelah menciptakan games petualangan
Naik tingkat lagi ke bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), "tantangan" bagi para siswa juga meningkat. Di jenjang ini, mereka ditantang membuat inovasi untuk menyelesaikan persoalan sehari-hari dengan mengacu pada prinsip STEAM.

Proyek mereka harus punya dampak sosial. Misalnya, siswa diajak membuat kincir angin portabel dan tempat sampah yang memilih sensor pemilah.

Naik jenjang lagi, penerapannya pun akan lebih berkembang. Salah satu kampus yang juga sudah mengadopsi metode pembelajaran STEAM adalah Sampoerna University.  

Melalui penerapan metode pembelajaran STEAM sejak dini, diharapkan di masa depan akan ada lebih banyak SDM yang berkualitas tinggi serta mampu bersaing di tingkat global.

Bila tertarik lebih jauh mengenal STEAM, Anda bisa menyambangi “Sampoerna Academy dan Sampoerna University Education Expo” yang berlangsung pada 26 September 2016 hingga 2 Oktober 2016 di Main Atrium Mall Gandaria City, Jakarta Selatan. Atau, kunjungi link ini

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com