Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanudin Abdurakhman
Doktor Fisika Terapan

Doktor di bidang fisika terapan dari Tohoku University, Jepang. Pernah bekerja sebagai peneliti di dua universitas di Jepang, kini bekerja sebagai General Manager for Business Development di sebuah perusahaan Jepang di Jakarta.

Nobody’s Child

Kompas.com - 29/10/2016, 11:32 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Lebih penting lagi, apa yang kemudian diperbuat seseorang ketika ia sudah sampai pada posisi tertentu.

Hari-hari ini kita melihat ada beberapa orang yang sepertinya tak perlu banyak berkeringat untuk bisa berdiri pada posisi tertentu, karena mereka adalah keturunan orang penting.

Sekilas hal itu bisa membuat iri. Tapi cobalah lihat lagi. Mereka boleh jadi hanyalah orang yang jalan di tempat. Tak ada peningkatan dalam hidup mereka. Alih-alih, boleh jadi mereka adalah orang yang sedang merosot.

Tentu ada di antara mereka yang mampu menapak lebih tinggi lagi. Maka perhatikanlah bahwa hanya orang-orang yang berkeringatlah yang mampu melakukan itu. Untuk naik sejumlah anak tangga diperlukan kerja keras yang sama, tak peduli dari mana kita memulainya.

Dalam berbagai pergaulan, saya menemukan banyak orang berprestasi. Ada yang melakukan riset, dengan itu ia tampil di berbagai panggung internasional. Ada seniman yang menginspirasi begitu banyak orang. Ada pula pengusaha yang bisnisnya menghidupi ribuan orang.

Bermacam-macam orang dengan berbagai prestasi. Ada yang berlatar belakang seperti saya, anak petani kampung. Namun ada pula beberapa yang berasal dari keluarga terpandang.

Ketika saya duduk bersama mereka, tak penting lagi anak siapa mereka. Tak ada bekas tinggalan orang tua dalam rekam jejak mereka. Mereka hidup di dunia di mana hanya kerja diri sendirilah yang dihitung orang.

Saya merasa sangat bahagia bisa berkenalan dan berkumpul dengan orang-orang luar biasa ini. Kebahagiaan kecil saya ini membasuh “luka” di hati saya saat melihat anak-anak orang penting yang tak jelas apa kemampuan dan prestasinya, namun bisa menduduki posisi penting dalam pemerintahan.

Luka saya bukan karena saya merasa bahwa saya lebih berhak. Luka saya lebih karena sedih dan kasihan melihat mereka berusaha mati-matian meyakinkan publik bahwa mereka layak berada di situ.

Kasihan, karena mereka hanya sanggup berusaha meyakinkan orang dengan omongan, bukan dengan tindakan.

Di ujung cerita, mungkin orang akan mengenang mereka sebagai “Anak Si Anu” belaka. Atau bahkan mereka akan jadi orang-orang yang terlupakan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com