Mau Kuliah di Belanda Tak Perlu "Galau"!

Kompas.com - 09/11/2016, 16:22 WIB
Adhis Anggiany Putri S

Penulis

 


JAKARTA, KOMPAS.com – Mayoritas pelajar Indonesia sebenarnya punya kemampuan cukup untuk mengikuti perkuliahan berstandar internasional. Di Belanda, misalnya, mahasiswa asal Indonesia disebut jarang mengalami kesulitan berarti ketika menempuh studi.

"Mereka (mahasiswa Indonesia di Belanda) mungkin bukan juara kelas, tapi mereka selalu lulus ujian dan belajar cukup keras," kata Direktur Nuffic Neso Indonesia, Mervin Bakker, dalam wawancara khusus di sela pameran pendidikan Dutch Placement Day 2016 di Erasmus Huis, Jakarta, Jumat (4/11/2016).

Bakker mengaku mendapatkan informasi tersebut dari salah satu universitas di Amsterdam, Belanda, yang memiliki cukup banyak mahasiswa asal Indonesia.

Dia menambahkan, keberhasilan itu antara lain ditengarai karena para mahasiswa tak mengalami masalah psikologis yang serius di sana. Mereka mampu beradaptasi dengan lingkungan kampus.

"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kuliah di luar negeri sudah sewajarnya penuh tantangan, lingkungannya pun serba baru," ucap Bakker tentang kemungkinan mahasiswa Indonesia merasa kurang percaya diri untuk belajar di luar negeri.

Menurut dia, perasaan kurang nyaman normal dialami orang yang datang ke tempat asing atau istilahnya "keluar dari zona aman".

"Saya juga sempat merasakan hal sama waktu pertama kali datang ke Indonesia untuk bekerja," kata Bakker.

Motivasi

Bakker menyarankan, pelajar Indonesia yang berniat melanjutkan studi ke Belanda harus punya motivasi cukup kuat. Menurut dia, hal ini akan menjadi salah satu faktor penting yang membuat mereka mampu merampungkan studi di luar negeri.

"Di luar negeri nanti kan mereka (mahasiswa) harus belajar keras, mungkin mereka juga akan merasa kesepian. Mengingat kembali motivasi awal akan membuat mereka kuat," jelas Bakker.

Dok. Nuffic Neso Indonesia Pameran pendidikan Dutch Placement Day 2016 digelar di Erasmus Huis, Jakarta, pada Jumat (4/11/2016).

Bentuk motivasi bisa jadi berbeda-beda pula bagi tiap orang. Chris, contohnya. Alumnus University of Amsterdam (UvA) ini mengaku, cita-cita kuliah ke luar negeri mendorongnya untuk terus berusaha.

Impian itu sempat ditentang orangtuanya. Namun, Chris membuktikan diri dengan menyelesaikan program sarjana bidang ekonomi tepat waktu, dari 2011 sampai 2015, lewat jalur "win-win solution" bagi dirinya dan orangtuanya.

"Orangtua ingin saya kuliah di universitas negeri di Indonesia. Jadilah saya mengambil program double degree di Universitas Indonesia sebagai jalan tengah," kata Chris yang hadir dalam acara sama sebagai salah satu perwakilan dari UvA.

Pada program ganda, perkuliahan tingkat sarjana dilakukan masing-masing dua tahun di universitas yang menjalankan kerja sama pendidikan itu. Dalam kasus Chris, studi dijalani dulu selama dua tahun di UI, lalu dia berangkat ke UvA untuk merampungkan dua tahun berikutnya kuliah di sana. Ketika lulus, dia mendapat dua gelar, yaitu dari UI dan UvA.

Setelah lulus pendidikan S1, Chris langsung melanjutkan studi S2 di UvA. Dia pun berhasil lulus dalam waktu satu tahun.

"Saya juga berniat balik lagi ke Belanda untuk bekerja di sana," kata Chris.

Halaman:


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau