Indy Hardono
Pemerhati pendidikan

Saat ini bergiat sebagai koordinator tim beasiswa pada Netherlands Education Support Office di Jakarta. Sebelumnya, penulis pernah menjadi Programme Coordinator di ASEAN Foundation. 

Bangsa yang Berkarakter adalah Bangsa yang Membaca

Kompas.com - 17/03/2017, 09:16 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLatief

Ya, karya sastra adalah tulisan paling paripurna. Di dalamnya ada rasa, penghayatan dan juga fakta kehidupan. Di dalamnya ada totalitas dan jiwa sang penulis. Itu yang tidak didapat dari buku referensi atau buku pelajaran biasa. Membaca dengan totalitas akan menghasilkan tulisan dengan totalitas pula.

Mungkin, jika Hatta dulu tidak dijejali dengan karya-karya sastra, maka ia hanya akan menjadi seorang ahli ekonomi, bukan proklamator! Boleh jadi, dia mendapatkan gelora cinta tanah air dan kesadaran untuk memerdekakan rakyat terjajah dari buku-buku sastra yang dibacanya.

Buku adalah universal. Ia hanya mengenal imajinasi, kreatifitas, dan rasa ingin tahu. Kekuatan "sihir" dari buku juga dapat mengubah orang memiliki wawasan lebih luas dan cita-cita, serta berorientasi pada penyelesaian masalah (action). Membaca adalah kegiatan kognitif, afektif sekaligus psikomotorik.

Memupuk budaya baca

Apa ciri suatu bangsa sudah memiliki budaya baca yang baik? Banyak sekali fenomena sehari-hari yang dapat menunjukkan hal itu.

Sebutlah misalnya, apakah bangsa tersebut lebih bangga memiliki gedung pencakar langit tertinggi di dunia dan mal terbesar di Asia, atau lebih bangga memiliki toko buku terindah di dunia?

Maastricht, salah satu kota di Belanda, memiliki sebuah toko buku sekaligus perpustakaan yang merupakan salah satu toko buku terindah di dunia. Selexyz Dominicanen adalah sebuah gereja abad ke-13 yang pernah dijadikan hanya sebagai gudang arsip dan tempat parkir sepeda, dan kini dialih fungsikan menjadi kebanggaan dan ikon kota cantik di bagian selatan negeri kincir angin itu.

Bandingkan dengan rumah-rumah retro yang cantik di sepanjang jalan Dago di Bandung. Tak satu pun yang menjadikannya sebagai toko buku atau perpustakaan. Bangunan nan anggun itu harus "rela" hanya dijadikan factory outlet atau warung batagor.

Membaca tidak cukup dijadikan ajakan atau himbauan. Membaca harus menjadi kewajiban. Jika perlu dikembangkan kurikulum pendidikan nasional berbasis membaca.

Kewajiban membaca bagi siswa adalah membaca dalam pengertian lengkap. Bukan sekedar menghafal siapa nama penulis buku Layar Terkembang atau siapa tokoh antagonis dalam buku Siti Nurbaya. Tapi, membaca yang mampu mengasah rasa, menumbuhkan nilai-nilai dan membangun karakter.

Membangun kecintaan pada membaca bukanlah pekerjaan satu malam dan tanggung jawab sekolah saja. It takes a village! JK Rowling mengatakan:"Kalau kamu belum suka membaca, kamu hanya belum menemukan buku yang tepat."

Jadi, jangan menyerah, teruslah pupuk minat membaca!

Bangsa yang membaca

"Iqra! Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan.”

Iqra, dari kata dasar qara’a ataumenghimpun. Inilah wahyu pertama sekaligus kunci dari kehidupan dan peradaban.

Halaman:


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau