Fakta hari ini
Setelah 113 tahun Kartini wafat, sejauh apa kiprah orang-orang yang menggalakkan literasi dan emansipasi perempuan itu memberikan hasil?
Hari ini, perempuan dalam pingitan sudah susah ditemui, memang. Namun, bukan berarti kesetaraan dan pemberdayaan perempuan sudah sampai ke era keemasan.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise, misalnya, masih menyebut tingginya angka kematian ibu, saat menghadiri peringatan Hari Kartini pada tahun ini di Sumatera Barat.
Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 mengungkap, 359 per 100.000 ibu meninggal akibat kehamilan, persalinan dan nifas. Sementara itu, data Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan ada 190 kematian ibu tiap 100.000 kelahiran pada 2013.
Angka ini berada di peringkat ketiga paling buruk di negara anggota ASEAN, walaupun Indonesia memiiki angka pertumbuhan ekonomi tertinggi di ASEAN.
Data tersebut bak pengingat getir bahwa Kartini pun meninggal karena pendarahan selepas melahirkan, lebih dari 100 tahun lalu.
(Baca juga: Kartini dan Tantangan Menekan Angka Kematian Ibu)
Lalu, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mendapati 65 persen perempuan Indonesia bahkan belum menikmati pendidikan sampai tamat SMP. Itu kenapa, kata dia, banyak perempuan yang kalaupun bekerja akhirnya masuk kategori non-terdidik.
“Jadi kita memang harus lakukan akselerasi untuk menyapa perempuan-perempuan terutama di pedesaan, daerah terpencil, pegunungan, perbatasan dan pulau terluar," kata Khofifah, di Rembang, Jumat (21/4/2017).
(Baca juga: Makna Hari Kartini bagi Khofifah Indar Parawansa)
Karenanya, membahas topik Kartini sampai luber ke mana pun itu jangan hanya berhenti pada sejumlah sosok perempuan Indonesia sekarang sudah menjadi figur influencer di media massa bahkan jadi pengambil kebijakan negara.
Sebaliknya, emansipasi dan pemberdayaan perempuan pun bukan berarti para perempuan malah enggak tahu apa-apa soal pekerjaan rumah tangga dan maunya jadi pekerja kantoran pakai sepatu berhak tinggi saja, kan?
Tak perlu pula menunggu penyebutan nama “Hari Kartini” diributkan lagi biar jadi “Hari Pendidikan Perempuan”, misalnya, bukan?
Atau mungkin, kita minta Dian Sastro bikin “salah” lagi saja, buat memunculkan kabar baik dan perbaikan dalam dinamika kebangsaan? Menarik juga....
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.