Indy Hardono
Pemerhati pendidikan

Saat ini bergiat sebagai koordinator tim beasiswa pada Netherlands Education Support Office di Jakarta. Sebelumnya, penulis pernah menjadi Programme Coordinator di ASEAN Foundation. 

Mendidik "Khalifah", karena Manusia Bukan Sekadar Manusia...

Kompas.com - 05/06/2017, 13:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLatief

Pendidikan seharusnya memberi kemerdekaan untuk mengartikulasikan keinginan, ambisi, dan semangat tanpa dibatasi pakem, bahkan terkadang norma sekalipun.

Pendidikan khalifatullah memberi ruang untuk berani menentukan keputusan sendiri, berkreasi, berinovasi dan mengambil risiko. Yakni, pendidikan yang akan bermuara pada penemuan baru dan pemikiran frontier!

Jiwa frontier adalah jiwa yang selalu melihat ke depan. Ini adalah karakter seorang khalifah.

Pendidikan khalifatullah adalah pendidikan yang melahirkan para rahadian, yaitu manusia-manusia unggul dan menang atau seperti dalam Pustaka Wedha Sasangka disebut kompetitif. 

Pendidikan khalifatullah bukan pendidikan kerdil yang menghasilkan manusia berkarakter firaun dan berkarakter iblis, yang terus menerus "merusak" bumi dan isinya. Bukan hanya merusak secara fisik, namun juga secara tatanan nilai dan ideologi.

Pendidikan khalifatullah adalah pendidikan yang "mengkapitalisasi" ruh Ilahi, potensi ilahi yang ada dalam manusia, karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang dalam unsur penciptaannya terdapat ruh-Nya. Ruh inilah yang akan menghasilkan bukan saja manusia terpelajar dan terdidik, namun juga tercerahkan (enlightened)

Soekarno, Habibie, Gus Dur, Hatta, bukanlah produk dari pendidikan yang kerdil. Mereka buka saja kaum terpelajar, namun juga kaum tercerahkan.

Mereka beruntung dapat berguru dari sumber ilmu yang memberi ruang bagi ide-ide "gila" dan nyeleneh. Nasionalisme, industri strategis, pluralisme dan ekonomi kerakyatan adalah buah pendidikan yang memerdekakan siswa didik seperti merea. Pendidikan yang mencetak para khalifah.

Sang rahadian, sang prabu

Program National Human Development seyogianya merupakan grand design yang berorientasi pada pembentukan khalifah-khalifah.

Kitabullah seharusnya menjadi dasar dari segala dasar penyusunan sistem pendidikan nasional, yang di dalamnya jelas-jelas menyampaikan bahwa tidak hanya edukasi kognitif semata namun juga pentingnya pengembangan kapasitas yang dibutuhkan di era kompetisi global ini.

Kapasitas apa yang dimaksud? Yaitu kemampuan berkolaborasi dan berinteraksi dalam lingkungan multi kultur. Pendidikan yang output-nya adalah manusia yang peka dengan potensinya dan cepat membaca dinamika serta perubahan eksternal. Manusia yang dapat mengharmonisasikan antara kemampuan, kepekaan dan kesadaran menjadi kebijaksanaan (wisdom).

Bonus demografi yang konon puncaknya akan kita nikmati pada 2030 tidak akan berarti apa-apa tanpa didominasi manusia Indonesia dengan kualifikasi khalifah. Manusia yang berilmu, terampil, berperilaku baik dan bijak, –knowledge, skills, attitude dan wisdom: sang rahadian, sang prabu, sang khalifah.

Karena, pada akhirnya penyembahan yang sempurna dari seorang manusia kepada penciptanya adalah menjadikan dirinya sebagai mandataris Allah SWT di muka bumi dalam mengelola alam semesta. Sang khalifah!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau