Dalam novel international best seller ini Nadia berhasil membawa potret kehidupan Afganistan kepada pembaca, terutama kaum perempuan, yaitu potret yang menggugah kesadaran akan eksistensi perempuan di dunia ini.
Khaled Hosseini, penulis novel The Kite Runner (2003) bahkan tak segan memberi testimoni di buku ini; "Sebuah kisah keluarga yang lembut dan indah. Nadia Hasimi selalu membuat cerita multigenerasi yang menarik sebagai potret Afganistan dengan segala kekacauan dan teka-tekinya, serta menjadi cermin perjuangan wanita Afganistan yang masih terjadi."
"Kurasa... seseorang harus bertindak di luar kebiasaan. Harus mengambil kesempatan jika sangat menginginkan sesuatu."
Tidaklah mengherankan bila novel ini mendapatkan penghargaan sebagai 'Goodreads Choice Award Nominee for Fiction of 2014' dan 'Goodreads Choice Award Nominee for Debut Goodreads Author of 2014'.
Membaca The Pearl That Broke Its Shell ini sepatutnya membuat kaum perempuan Indonesia bersyukur bahwa R.A Kartini, Cut Nyak Dien, Martha Tiahahu, Dewi Sartika, dan para pejuang wanita lainnya lahir di Indonesia dan lebih dahulu ada ketimbang mereka. Melalui mereka, perempuan-perempuan Indonesia bisa berani bermimpi menjadi Wonder Woman milenial.
Membaca buku ini bisa membuat perempuan Indonesia tersadar, bahwa semangat Kartini para perempuan Indonesia tidak hanya bertahan satu hari saja, yaitu di Hari Kartini atau 21 April, dan kemudian pudar di 364 hari lainnya.
Hak perempuan Indonesia adalah sederajat dengan pria, yang tidak hanya pada 21 April, tetapi sepanjang tahun. Itu bukanlah hak biasa, melainkan hak istimewa.
(SHARA YOSEVINA/PENERBIT BHUANA ILMU POPULER)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.