Indy Hardono
Pemerhati pendidikan

Saat ini bergiat sebagai koordinator tim beasiswa pada Netherlands Education Support Office di Jakarta. Sebelumnya, penulis pernah menjadi Programme Coordinator di ASEAN Foundation. 

Pemuda Indonesia, Sebuah Cerita Bersambung...

Kompas.com - 28/10/2017, 09:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLatief

Kampus UI di Salemba menjadi control room dalam etape ini sekaligus menjadi hub bagi anak-anak muda yang juga berusia antara 22-27 tahun untuk bersama-sama melakukan perubahan. Tritura, itu tuntutan mereka! 

Etape ke 3 : Teriknya Matahari di Senayan, 1998

Beberapa dekade sejak 1966, pemuda seakan tidur dan terbuai zaman. Krisis multi-dimensi pada akhirnya membangunkan dan menyadarkan mereka kembali, yakni para pemuda, untuk bangkit dan berdiri di garis depan sebagai motor perubahan.

Mei 1998 adalah titik kulminasi perjuangan pemuda yang dimotori para mahasiswa berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Mereka menuntut pembaruan supremasi hukum yang sudah dikebiri selama tiga dasawarsa lebih.

Puncak perjuangan itu adalah pendudukan gedung ‘rakyat’ DPR/MPR oleh para mahasiswa. Di gedung yang sangat “sacral” dan hampir tak tersentuh selama tiga dasarwarsa lebih itu, mereka memaksa pemerintah Orde Baru menentukan sikap. Akhirnya, 32 tahun status quo, berakhir pada 21 Mei 1998. Perubahan itu bernama reformasi!

DNA Pemuda

Berbagai zaman, beragam etape sudah dilewati, namun terlihat ada benang merahnya. Ada pola yang kongruen. Ada kesadaran yang sama. Ada kepekaan serupa. Ada jiwa dan semangat sama. Pemuda memang memiliki DNA yang sama.

Bukan hanya pandai dan cerdas. Kita butuh pemuda yang peka. Seperti para pemuda pada 1928. Pemuda yang peka terhadap tantangan masa depan. Kepekaan untuk mengekstrapolasikan cita-cita bangsa jauh ke depan.

Kita butuh pemuda yang memiliki kesadaran. Kesadaran terhadap kemampuan dan potensi yang dimiliki. Kesadaran mengenali dirinya sendiri. Kesadaran untuk bergerak, untuk menghasilkan perubahan!

Kita tidak butuh pemuda yang hanya jago kandang. Kita butuh pemuda yang peka. Peka melihat perubahan dan tantangan masa depan. Bahkan, yang dapat memproyeksikan tantangan sebelum tantangan itu datang di depan mata.

Reinkarnasi Sejarah

Sejarah adalah catatan, bukan angan atau cita-cita. Sejarah bukanlah masa depan. Namun, sejarah dapat diekstrapolasikan untuk merancang masa depan!

Tahun 1966 dan 1998 adalah reinkarnasi gerakan pemuda Indonesia. Reinkarnasi sejarah 1908, 1928 dan juga 1945. Maka, bukan tak mungkin akan ada reinakarnasi di masa berikutnya.

Seandainya ada mesin waktu yang membawa para tokoh pemuda di zamannya berkumpul di satu masa, apakah yang akan terjadi?

Apakah yang akan terjadi jika Muhammad Yamin dan WR Supratman, Arief Rahman Hakim, Mar’ie Muhammad dan Taufik Ismail, Nadiem “Gojek” Makarim, Najwa Shihab dan Kikan “Coklat” bertemu di satu forum? Apakah biola tua WR Supratman, jaket kuning lusuh milik Arief Rahman Hakim, kacamata tebal Mar’ie Muhammad dan gadget terkini milik Nadieml Makarim akan terlihat asing satu sama lain jika disandingkan di atas meja bersama-sama?

Halaman:


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau