KILAS

Komunitas Belajar Dukung Pendidikan Anak TKI di Malaysia

Kompas.com - 13/11/2017, 15:15 WIB
Kurniasih Budi

Penulis

Rafika merupakan guru yang dikirim pemerintah Indonesia ke Malaysia akhirnya mempelopori pembentukan CLC pada 20 April 2016. “Ketika pertama kali didirikan, jumlah siswa tidak sampai 100 anak untuk SD dan SMP,“ katanya.

Namun, ternyata minat orangtua menyekolahkan anak cukup tinggi. Tercatat per Agustus 2017, jumlah siswa sudah mencapai 300 siswa.   

Siswa yang belajar di CLC SD Cempaka adalah 214 siswa yang terbagi menjadi 7 kelas yaitu, kelas I sebanyak 56 siswa, kelas II sebanyak 23 siswa, kelas III  berjumlah 24 siswa, kelas IV  berjumlah 27 siswa, kelas V  sebanyak 33 anak , kelas VI sebanyak 25 anak, dan TK berjumlah 26 anak.

Baca: Pejuang Pendidikan di Tanah Orang

Sedangkan, siswa SMP tercatat 86 anak. Mereka terbagi menjadi 3 kelas yaitu kelas VII berjumlah 30 siswa, kelas VIII berjumlah 28 siswa, dan kelas IX berjumlah 28 siswa.  

Jumlah pengajar terdiri atas guru kiriman pemerintah RI  sebanyak dua orang, guru relawan yang berasal dari TKI dan warga Malaysia, guru pamong delapan orang terdiri berasal dari  enam orang warga Indonesia dan dua orang warga Malaysia keturunan Indonesia.

Guru relawan ini berpendidikan setara SMA dan ada lima orang guru yang sedang melanjutkan pendidikan di Universitas Terbuka.

Selain itu, anak-anak TKI bisa belajar di CLC Bhinneka Tunggal Ika yang terletak di Jalan Balai Polis, Pekan Kundasang, Gundasang Ranau, Sabah Malaysia. Posisinya berada di kaki Gunung Kinabalu.

CLC ini berdiri atas keprihatinan Yuliana Pai Atawolo ketika melihat anak-anak Indonesia tidak dapat menikmati pendidikan.

Awalnya Yuliana mendirikan bimbingan belajar di salah satu rumah warga Indonesia yang bermukim di Kundasang.

Bimbingan belajar inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya CLC Bhineka Tunggal Ika. Hingga akhirnya, CLC ini diresmikan pada 14 Oktober 2016 oleh Konsul Jenderal Republik Indonesia dengan 30 siswa.

Waktu itu hanya ada dua guru, yakni Yuliana Pai Atawolo dan  Gidel Firdus Nobo Daton. Nama Bhinneka Tunggal Ika dipilih atas dasar rasa persatuan masyarakat Indonesia di Kundasang tanpa membedakan suku, agama, dan ras.

Dana untuk membangun gedung sekolah berasal dari sumbangan masyarakat Nusa Tenggara Timur yang tinggal di Kundasang, Malaysia.   

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau