Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Guru SLB Bontang Punya Harapan Besar untuk Masa Depan Indonesia

Kompas.com - 25/11/2017, 18:51 WIB
Kurniasih Budi

Penulis

“Jawabannya, capeklah Bu, nanti jualanku siapa yang jaga,” katanya.

Ada kalanya orangtua bersedia hadir di sekolah untuk mengikuti pembekalan. Dengan iming-iming uang saku dari pihak sekolah, mereka umumnya mau hadir.

Anissa berharap keluarga ikut mendukung proses pendidikan dan tumbuh kembang siswa berkebutuhan khusus. Sering kali, kesalahpahaman justru terjadi.

Pemerintah daerah dan swasta mesti lebih berperan

Saat ini, 25 guru luar biasa mendidik 120 anak TK hingga SMA di SLB Negeri Bontang, Kalimantan Timur. Beban yang luar biasa bagi para guru karena rasio jumlah siswa dan guru yang sangat jauh.

Itu pun masih ditambah dengan sejumlah anak yang masih kembali lagi ke sekolah setelah lulus.

“Banyak yang sudah tamat tidak mau keluar. Habis mereka mau ngapain di luar sana. Tidak ada wadah untuk mereka,” katanya.

Anak berkebutuhan khusus sering dianggap orang gila dan tidak bisa mendapat pekerjaan yang layak. Produsen pupuk urea terbesar di Indonesia PT Pupuk Kaltim memang memberi kesempatan pada sejumlah anak tunarungu.

“Mereka menerima gaji, tapi statusnya hanya pegawai magang,” ujarnya.

Ia berharap swasta mau memberi tempat lebih luas bagi penyandang disabilitas. Dengan demikian, mereka bisa bekerja dan mendapat penghasilan yang layak.

“Kami ini bingung juga, setiap hari kami mengajar mereka, lalu setelah lulus mereka tidak bisa mencari nafkah. Akhirnya mereka jadi beban bagi orang lain,” katanya.

Padahal, sekolah juga membekali anak-anak dengan keterampilan seperti mencuci motor, membuat batako, memasak. “Mereka jijik jika yang memasak anak-anak kami,” tuturnya.

Bahkan, ia pernah menemui salah satu siswanya dalam keadaaan tanpa busana di rumahnya. Setelah lulus sekolah, anak itu tak memiliki kegiatan. Keluarganya pun tak peduli pada anak itu.

“ Dia sudah seperti orang gila. Bagaimana ndak sedih lihat anak kita begitu, sudah capek-capek kami ajari setiap hari,” katanya.

Keprihatinannya belum usai ketika ada anak didiknya yang dipukuli warga karena dikira maling. Jadi anak itu bermain ke luar rumah, lalu ia lupa arah jalan pulang menuju rumahnya. Kebingungan anak ini justru menimbulkan kecurigaan warga bahwa ia telah mencuri.

Babak belur anak berkebutuhan khusus itu dipukuli warga dan diseret ke Kantor Polisi. Lalu, imbuhnya, polisi menghubungi pihak sekolah karena tidak tahu keluarga anak itu.

Seolah tak ada lagi asa, Anissa pernah meminta Dinas Sosial Kota Bontang untuk membangun panti sosial, khususnya bagi siswa tuna grahita. Tujuannya, membuka lapangan kerja bagi mereka.

“Ya supaya mereka bisa jadi manusialah, sekarang ini kan tidak seperti manusia,” Anissa mengungkapkan alasannya.

Saat ditanya apa harapannya di Hari Guru Nasional tahun ini, Anissa diam dan tertunduk. Matanya berkaca-kaca.

Sejenak kemudian ia berkata, “Sedih Saya kalau ditanya begitu. Harapan kami ini banyak, janganlah yang kami ajarkan selama ini hanya sia-sia. Kalau guru-guru lain, yang mengajar anak-anak normal, lihat anak didiknya sukses kan senang. Kami kan kepingin juga. Ya tidak sukses-sukses amat, setidaknya bisa mandiri.”

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com