Kini, dengan kian terbukanya dunia menjadi satu ranah global, yang menjadikan nilai-nilai luhur lokal terancam tergerus oleh nilai-nilai global, maka peran bundo kanduang menjadi lebih relevan.
Di sinilah dibutuhkan perempuan yang tidak saja cerdas, peka, kritis, ulet namun juga bijaksana. Perempuan yang tahu kapan harus membuka jendela rumah gadangnya seluas mungkin, namun juga cepat-cepat menutupnya jika pemandangan di luar dapat berdampak negatif bagi keluarganya. Dialah pemegang remote control keluarga.
Adalah wajar dalam sebuah keluarga terjadi silang pendapat dan perseteruan antarsaudara. Bahkan, kadang perseteruan tersebut mengancam keutuhan keluarga.
Bak sebagai rumah gadang, bangsa ini juga kadang penuh dengan perseteruan dan perbedaan. Bangsa ini butuh lebih banyak lagi bundo kanduang yang memiliki charm dan kemampuan tutur menyejukkan dan menenangkan untuk mempersatukan kembali.
Bundo kanduang dapat mempersatukan bangsa dengan prestasi yang menginspirasi, dan inovasi pemikiran dan penemuan di berbagai bidang. Ia dapat mempersatukan bangsa dengan keteladanan yang bahkan tak perlu dilantangkan melalui forum atau panggung politik ataupun media sosial.
Bundo kanduang adalah penjaga negeri, penjaga generasi. Ia menjaga dengan ilmu yang dimilikinya. Ia menjaga dengan olah pikir, rasa dan jiwanya.
Ia juga memegang teguh adat dan nilai, namun membuka pintu seluas-luasnya terhadap rantau. Ia mendorong semua anak bangsa untuk merantau, membebaskan pikiran, membuka cakrawala global, menantang dunia, namun kembali untuk membangun kejayaan nagari.
Seorang bundo kanduang tetap dapat memakai high heels dan gadget terkini dan memiliki karir cemerlang, tapi masih ada waktu menyiapkan bekal untuk anaknya dan tidak menyuruh si anak memesan melalui layananantar.
Bundo kanduang sejati tetap menangis, merindukan anaknya di rantau, namun pada saat bersamaan mengirimkan doa-doa yang dahsyat dan gelombang afirmasi ke seberang lautan demi keberhasilan anak-anaknya.
Bundo kanduang sejati adalah nama pertama yang disebut si anak di lembar ucapan terima kasih di buku skripsinya, walaupun dia tidak paham judul apalagi isi skripsi tersebut. Bundo kanduang adalah rujukan utama anak bangsa.
Bundo kanduang sejati bukan pancaran gelombang dari frekuensi suara tinggi, yang dapat memekakkan dan bahkan merusak gendang telinga dengan hujatan, cacian dan teriakannya. Suara bundo kanduang sejati adalah resonansi energi positif, yang berasal dari sumber energi kehidupan, yakni baitullah.
Bundo kandung sejati adalah perempuan yang setiap saat bertawaf, berizikir mengelilingi pusat energi semesta untuk dapat memancarkan energi itu kepada keluarga, komunitas, masyarakat dan bangsa. Bundo kanduang adalah cahaya yang tak pernah padam.
Bundo kanduang sejati tidak akan membuang waktunya berdebat dalam seminar yang membahas topik tentang redefinsi peran perempuan dalam zaman milenial. Bundo kanduang tak perlu dilembagakan, tidak juga dipanggungkan, tidak butuh diberi penghargaaan.
Tapi, bundo kanduang bukan wacana, bukan pula jargon, bukan juga konsep. Bundo kanduang adalah lakon yang dimainkan secara nyata. Ia adalah walk the talk. Bundo kanduang adalah keteladanan.
Jadi, mengapa perempuan harus diistimewakan? Masalahnya bukanlah perempuan harus diistimewakan atau tidak, namun bagaimana menyadarkan perempuan bahwa ia memang istimewa.