Bondhan Kresna W.
Psikolog

Psikolog dan penulis freelance, tertarik pada dunia psikologi pendidikan dan psikologi organisasi. Menjadi Associate Member Centre for Public Mental Health, Universitas Gadjah Mada (2009-2011), konselor psikologi di Panti Sosial Tresna Wredha “Abiyoso” Yogyakarta (2010-2011).Sedang berusaha menyelesaikan kurikulum dan membangun taman anak yang berkualitas dan terjangkau untuk semua anak bangsa. Bisa dihubungi di bondee.wijaya@gmail.com. Buku yang pernah diterbitkan bisa dilihat di goo.gl/bH3nx4 

Dilan, Cinta, dan Cara Menemukan Pasangan

Kompas.com - 19/02/2018, 07:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

Candu Alamiah

Helen E. Fisher, psikolog dari Kinsey Institute, Universitas Indiana menulis sebuah hasil penelitian yang bertitel “Intense, Passionate, Romantic Love: A Natural Addiction? How the Fields That Investigate Romance and Substance Abuse Can Inform Each Other.”

Penelitian tersebut terbit dalam Jurnal Frontier Psychology bulan Mei 2016. Dia menyatakan bahwa “jatuh cinta” adalah adiksi/candu alamiah.

Artinya bahwa proses seseorang jatuh cinta dengan orang yang lain itu mirip dengan proses kecanduan lain seperti bermain video games, berjudi, atau kecanduan belanja yang sifatnya alamiah atau tidak dipicu oleh bahan kimiawi dalam luar tubuh seperti rokok atau obat-obatan terlarang.

Kecanduan ini mengaktifkan salah satu bagian otak yang bernama ventral tegmented area (VTA), yaitu area yang kaya akan dopamine. Dopamine adalah neurotransmitter di dalam otak yang mengatur perasaan bahagia, senang, puas, atau nikmat.

Itu yang dirasakan Milea ketika bertubi-tubi diberikan stimulus “humor yang mengagetkan” dan stimulus “perlindungan atau perbuatan baik” oleh Dilan.

 

VTA dalam otak Milea akan menyemburkan dopamine secara regular dan itu membuat Milea “kecanduan” atau bahasa kerennya jatuh cinta dengan Dilan. Gejala-gejala kecanduan ini menurut Fisher termasuk ingin “bertemu” terus-menerus (craving), perasaan yang teraduk-aduk (mood modification), ketergantungan fisik dan emosional (emotional and physical dependence), dan menarik diri dari sesuatu yang tidak terkait atau melawan stimulan (withdrawal).

Bahasa kerennya masing-masing adalah rindu, sangat bahagia atau sebaliknya sangat sedih, posesif, dan cemburu. Lebih familiar kan mas, mbak?

Untuk membuat Milea jatuh cinta, Dilan memberikan stimulus yang unik. Misalnya memberikan surat yang isinya jadwal pelajaran sekolah beserta gurunya. Kita bisa lihat stimulus apa yang diberikan Nandan dan Beni, tokoh lain dalam cerita ini yang juga menyukai Milea.

Nandan memberikan hadiah-hadiah seperti boneka beruang raksasa, Beni memberikan perhatian dengan memberikan kue selamat ulang tahun pada Milea tepat pada pukul 12 malam di hari ulang tahunnya atau memberikan potongan puisi Kahlil Gibran.

Padahal tujuannya sama, supaya Milea senang, perempuan senang diberikan perhatian dan diistimewakan.

Tapi stimulus-stimulus Nandan dan Beni sudah mainstream, sudah biasa, hampir semua laki-laki berpikir seperti mereka sehingga Milea tidak terlalu terpesona sedangkan stimulus Dilan lebih unggul karena tujuannya sama tapi dengan cara yang tidak biasa.

Benjamin Franklin Effect

 

Tapi apakah untuk membuat Milea senang kita harus selalu “memberikan” sesuatu? Rupanya, ada cara lain yang lebih sederhana dalam memberi stimulus ini, dengan tujuan sama, efek yang sama, tapi tidak dengan memberi, tapi justru meminta. Lho?

Metode ini dinamakan Benjamin Franklin Effect, dituliskan oleh founding father Amerika Benjamin Franklin dalam autobiografinya “The Private Life of the late Benjamin Franklin”.

Dalam kisah tersebut, Franklin memiliki rival politik yang sama-sama duduk dalam dewan legislatif Pennsylvania, Franklin menyebutnya “Old Maxim”. Orang ini tadinya memperlihatkan permusuhan dan sama sekali tidak tertarik untuk berteman dengannya.

Untuk tidak membuat suasana lebih buruk, Ben menulis surat pada rekannya ini untuk meminjam sebuah bukunya. Sang rival mau dan mengirimkan bukunya melalui kurir ke rumah Franklin.

Halaman:


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau