Perhimpunan Pelajar Indonesia
PPI

Perhimpunan Pelajar Indonesia (www.ppidunia.org)

Material, Ilmu Futuristik yang Terlupakan di Indonesia

Kompas.com - 05/03/2018, 20:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"Mempelajari ilmu bahan adalah sebuah pengalaman yang mengasyikkan. Karena, dengan menekuni bidang teknik material dan metalurgi, kalian telah mengawinsilangkan banyak sekali cabang ilmu, mulai fisika, kimia, biologi, dan tentu saja engineering. Dan asal tahu saja, sejak zaman Ken Arok pun, bidang ilmu kita telah menjadi pijakan utama di dalam pembuatan keris oleh Mpu Gandring, ilmu perlakuan panas dalam metalurgi."

PERNYATAAN itu disampaikan oleh Dr Sungging Pintowantoro, ST, MT saat pembukaan masa orientasi mahasiswa baru teknik Material dan Metalurgi Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, pada 2012.

Pengembangan program studi ilmu bahan di Indonesia telah dimulai lebih dari setengah abad lalu. Diawali oleh Universitas Indonesia (UI) yang membuka Jurusan Metalurgi (sekarang Departemen Teknik Metalurgi dan Material) pada 1965, lalu diikuti oleh KBK Teknik Produksi dan Metalurgi (cikal bakal Teknik Material) yang didirikan sejak 1970 oleh Institut Teknologi Bandung (ITB).

Berikutnya ada juga Jurusan Metalurgi yang didirikan pada 1982 oleh Sekolah Tinggi Teknologi (sekarang Universitas Negeri Sultan Ageng Tirtayasa) dan terus berlanjut. Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) juga menelurkan Jurusan Teknik Material dan Metalurgi (sekarang Departemen Teknik Material) pada 1999.

Proses tersebut tak berhenti di sana karena ternyata beberapa tahun berikutnya ITB mendirikan lagi program studi Teknik Metalurgi.

Ada pula Universitas Jenderal Achmad Yani dengan Jurusan Metalurgi, Institut Teknologi Sains Bandung dengan program studi Teknik Metalurgi dan Material, Politeknik Manufaktur Negeri Bandung dengan Jurusan Teknik Pengecoran Logam, Universitas Teknologi Sumbawa dengan Prodi Teknik Metalurgi, serta banyak lagi program studi serupa di berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

Sebelumnya, perlu kita ketahui bersama bahwa teknik material adalah sebuah cabang ilmu tua yang sebenarnya telah dipelajari jauh sebelum industri modern beroperasi, tepatnya pada tahun 3.000 Sebelum Masehi, saat manusia mulai mencampurkan berbagai unsur logam ke dalam tembaga untuk selanjutnya dilebur dan dibentuk sesuai kegunaannya.

Selanjutnya bidang ini dilestarikan oleh para blacksmith dan para pembuat senjata logam lewat ilmu metalurgi tradisional yang masih hanya terfokus pada pemaduan logam dan mekanisme perlakuan panas sederhana.

Hingga pada 1760–1840 (saat revolusi industri), banyak sekali ditemukan inovasi-inovasi di bidang logam (metalurgi) yang memiliki manfaat lebih besar untuk kemanusiaan.

Setelah momen tersebut, ilmu dan bidang keteknikan metalurgi di berbagai perguruan tinggi internasional mulai dikenal secara masif. Padahal, ketika kita merujuk pada definisi utuh bidang teknik material modern, metalurgi adalah cabang ilmu sempit yang hanya terfokus pada logam.

Adapun pembagian material sendiri ada yang berupa logam dan non logam, yang lebih spesifik lagi ada juga cabang sub-ilmu yang mempelajari material non logam padat (non metal element solids/NMESs) dan non-padat (gas/cairan), serta gabungan paduan logam dan non logam (komposit, beton, dll), juga bahan unik yang baru beberapa dekade ke belakang dikembangkan secara masif: polimer.

Ironisnya meski telah banyak program studi yang menawarkan fokusan di bidang teknik material (dan metalurgi), ternyata tak membuat Indonesia menjadi salah satu pioneer di bidang tersebut. Bahkan masih saja ada yang belum mengenal apa itu teknik material secara spesifik.

Padahal jika kita menengok sejenak dan keluar dari zona nyaman negeri Zamrud Khatulistiwa, perkembangan bidang material sangat amat pesat.

Bahkan di Asia saja pengembangan lanjutan dari bidang Materials Science and Engineering telah sampai pada tahap advance nano-materials. Lalu, bagaimana dengan Indonesia?

Realitanya, para mahasiswa dan peneliti di bidang ini masih mengalami banyak kesulitan untuk menjangkau area nano, terutama jika sudah masuk ke ranah pengujian dan karakterisasi.

Halaman Berikutnya
Halaman:



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau