BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Samsung

Siap-siap, Ini Dia Profesi yang Bakal Jadi Rebutan

Kompas.com - 03/04/2018, 08:51 WIB
Mikhael Gewati,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Coba tebak profesi apa yang paling dibutuhkan pada masa kini dan mendatang? Dalam artikel Kompas, Rabu (3/2/2016), dijelaskan bahwa saat ini Indonesia sedang membutuhkan banyak tenaga kerja di bidang sains dan teknik akibat fokus pembangunan pemerintah pada infrastruktur.

Namun, sayangnya republik ini kekurangan tenaga ahli pada bidang tersebut. Itu terjadi karena kini banyak mahasiswa kurang meminati program studi sains dan teknologi atau eksakta. Mereka lebih memilih masuk ke program sosial di perguruan tinggi.

Kondisi tersebut dibenarkan oleh Ketua Umum Pengurus Yayasan Pengembangan Teknologi Indonesia (YPTI) Marzan Aziz Iskandar. Menurut dia bila dibandingkan dengan negara lain di kawasan ASEAN dan Asia, jumlah mahasiswa sains dan teknik di Indonesia adalah yang paling sedikit.

"Dari seluruh mahasiwa di Indonesia, hanya 15 persen yang menuntut ilmu di bidang sains dan teknik. Bandingkan dengan Malaysia yang mencapai 24 persen, Korea 33 persen, dan Tiongkok 38 persen," ujar Marzan kepada Kompas, Jumat (3/3/2016).

Rendahnya minat kaum muda terhadap jurusan tersebut juga terlihat dari rilis Pangkalan Data Pendidikan Tinggi Kemristek dan Dikti pada Maret 2016. Data itu menyebutkan, ada lebih dari 5 juta mahasiswa, tetapi hanya sekitar 1,5 juta di antaranya yang mengambil jurusan sains-teknik dan selebihnya mengambil bidang sosial-humaniora.

Nah, bisa jadi salah satu alasan anak muda kurang meminati jurusan sains dan teknik untuk menghindari mata pelajaran hitungan-hitungan, seperti matematika, fisika, kimia dan sejenisnya. Sudah jadi rahasia umum, mata pelajaran tersebut merupakan momok menakutkan bagi anak-anak Indonesia mulai dari bangku sekolah dasar hingga menegah atas.

Oleh karena itu, tak mengherankan bila banyak lulusan sekolah menengah atas yang menghindari masuk ke program studi yang ada mata pelajaran tersebut saat hendak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

Fakta tersebut jelas sangat disayangkan, sebab tren industri membutuhkan tenaga kerja berkompetensi di bidang sains diteknologi tak cuma terjadi di Indonesia, tetapi sudah mendunia.

Hasil studi Lembaga federal Amerika Serikat untuk pengembangan ilmu sains, National Science Foundation (NSF) pada 2011 menyebutkan, dalam satu dekade mendatang 80 persen pekerjaan memerlukan sumber daya manusia (SDM) dengan kompetensi Science, Technology, Engineering, dan Mathematics (STEM).

Kemudian survei Social Market Foundation untuk EDF Energy (perusahaan energi asal Inggris). Studi yang dipublikasi pada Januari 2017 ini menyatakan, kebutuhan tenaga kerja di Inggris Raya pada bidang sains, teknologi, riset, dan teknisi akan melonjak dua kali lipat mulai dari tahun 2016-2023.

Peningkatan itu kemudian akan melahirkan 140.000 pekerjaan baru dan 640.000 lowongan pekerjaan selama enam tahun ke depan di sektor tersebut. Naiknya angka kebutuhan SDM ini tak lepas dari inovasi teknologi dan ivestasi infrastruktur yang terus menggeliat.

Teknologi yang mengubah paradigma belajar

Berkaca pada tren kebutuhan SDM di dalam negeri dan global itu, anak-anak Indonesia pun seharusnya bisa menangkap kebutuhan itu sebagai peluang besar untuk sukses. Namun, untuk bisa menggapainya, pertama-tama mereka harus berkawan dengan mata pelajaran yang terkait dengan bidang tersebut, seperti matematika, fisika, kimia, dan bahkan coding.

Stigma sulit untuk mempelajari beberapa mata pelajaran tersebut tidak sepenuhnya benar. Semua itu tergantung bagaimana metode belajar yang digunakan, apakah memudahkan dan menyenangkan atau malah sebaliknya.

Apalagi pada zaman modern seperti saat ini. Zaman ketika teknologi informasi, dalam rupa wujud dan internet,telah berhasil mempermudah aktivitas banyak orang termasuk anak-anak.

Mereka tak hanya menggunakan perangkat tersebut sebagai komunikasi dan hiburan, tetapi juga untuk memuaskan hasrat keingintahuan dan belajar terhadap sesuatu. Kondisi ini kemudian membuat mereka menjadi akrab dengan gadget plus internet dibanding dengan buku pelajaran.

Nah, sekolah sebagai lembaga pendidikan anak pun sebaiknya bisa mengakomodasi penggunaan teknologi dalam kegiatan belajar mengajar (KBN). Ini diperlukan untuk mempermudah anak didik dalam menyerap materi pelajaran terutama kepada mata pelajaran yang ditakuti.

Siswa SMA Pangudi Luhur Jakarta sedang mencoba Samsung Smart Learning Class pada Selasa(20/3/2018).Samsung Indonesia Siswa SMA Pangudi Luhur Jakarta sedang mencoba Samsung Smart Learning Class pada Selasa(20/3/2018).
Salah satu program belajar yang sudah menerapkan itu ada pada Samsung Smart Learning Class (SSLC). Di sini, melalui tablet siswa bisa mempelajari matematika, sains, coding, dan lainnya dengan lebih menyenangkan serta interaktif.

Kelas juga sudah terkoneksi dengan internet dengan begitu anak didik bisa mendapatkan akses lebih luas ke ilmu pengetahuan. Jadi bila kesulitan atau menemukan masalah dalam pelajaran, mereka bisa mencari tahunya sendiri dengan riset mandiri. Sementara itu, guru berperan penting mendampingi siswa dalam menggunakan teknologi agar tidak disalahkan gunakan.

Dengan KBN seperti itu diharapkan matematika dan sains pun bukan lagi pelajaran yang ditakuti malah akan digemari siswa. Hal ini juga menjadi salah satu usaha supaya minat kaum muda untuk kuliah di program studi sains dan teknologi atau teknik akan meningkat.

Alhasil cerita Indonesia kekurangan SDM berkompetensi pada dua sektor tersebut dapat segera teratasi.


komentar di artikel lainnya
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau