Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bondhan Kresna W.
Psikolog

Psikolog dan penulis freelance, tertarik pada dunia psikologi pendidikan dan psikologi organisasi. Menjadi Associate Member Centre for Public Mental Health, Universitas Gadjah Mada (2009-2011), konselor psikologi di Panti Sosial Tresna Wredha “Abiyoso” Yogyakarta (2010-2011).Sedang berusaha menyelesaikan kurikulum dan membangun taman anak yang berkualitas dan terjangkau untuk semua anak bangsa. Bisa dihubungi di bondee.wijaya@gmail.com. Buku yang pernah diterbitkan bisa dilihat di goo.gl/bH3nx4 

Menangani Anak yang Mengalami "Attention Deficit Hyperactivity Disorder"

Kompas.com - 30/04/2018, 09:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dalam pedoman tersebut, untuk menegakkan diagnosa ADHD (kode F.90.0) ada gejala-gejala yang harus muncul secara konsisten (minimal 6 bulan) setidaknya 5 dari 9 gejala yaitu :

1. Tugas-tugas dikerjakan dengan tidak akurat, sering melupakan detail pekerjaan. Pada gejala ini ketika guru memberikan tugas menyalin tulisan. Tulisan Roni selalu ada yang tidak lengkap, kekurangan huruf. Misalnya diminta menyalin kata “Buku”, ditulis “Bku”

2. Sering memiliki rentang perhatian yang pendek, kesulitan untuk fokus. Roni tidak pernah bisa memberikan perhatian pada satu hal lebih dari tiga menit, setelah tiga menit atau kurang perhatiannya selalu beralih.

3. Sering terlihat tidak memperhatikan ketika diajak bicara. Ketika diajak ngobrol, Roni hanya melihat lawan bicara beberapa detik pertama, setelah itu perhatiannya selalu beralih meski tidak ada hal lain yang terjadi di sekitarnya.

4. Sering tidak bisa mengikuti instruksi, tugas-tugas tidak selesai dikerjakan. Roni jarang menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Misalnya diminta menyalin sepuluh tulisan, yang dikerjakan baru lima lalu berhenti.

5. Sering mengalami kesulitan untuk mengerjakan tugas yang berurutan atau merapikan pekerjaan. Roni jarang merapikan tugas-tugasnya untuk dikumpukan sehingga guru (shadow teacher) lebih sering mengambil di meja belajarnya dibandingkan Roni menyerahkan ke meja guru.

6. Sering menolak tugas-tugas yang memerlukan upaya mental, misalnya pekerjaan rumah atau pekerjaan tambahan. Roni jarang menolak tugas tambahan yang diberikan padanya

7. Sering kehilangan barang-barang Pribadi. Roni sering ketinggalan alat tulis di sekolah.

8. Sering tiba-tiba terlihat terganggu oleh sesuatu hal. Meski perhatian sering beralih, Roni tidak terlihat terganggu perhatiannya secara tiba-tiba.

9. Sering melupakan tugas-tugas harian. Roni sering diingatkan untuk melakukan tugas-tugasnya kembali setelah perhatiannya beralih.

Dari 9 gejala di atas, ada 7 gejala yang konsisten muncul dari beberapa kali observasi yang dilakukan selama satu bulan dan dikonfirmasi oleh orangtua maupun guru bahwa gejala-gejala ini sudah lama berlangsung, lebih dari 6 bulan.

Bahkan sejak pertama kali masuk sekolah. Sementara itu tidak ada satupun gejala hiperaktifitas yang muncul, sehingga diagnosa utamanya adalah Gangguan Pemusatan Perhatian (GPP) dengan taraf sedang (mild) karena apabila tidak diberikan intervensi akan berpengaruh pada perkembangan mental anak.

GPP meskipun tidak disertai gejala hiperaktifitas, masih sering didiagnosa sebagai ADHD lengkap oleh psikiater atau psikolog. Padahal dalam DSM ada tiga kode diagnosa untuk ADHD yaitu F.90.2 untuk dominan GPP dan hiperaktifitas, kemudian F.90.0 untuk dominan GPP saja, dan F.90.1 untuk dominan hiperaktif saja.

Efeknya cukup besar, karena gejala-gejala GPP yang sudah didiagnosa lebih dini tidak memerlukan pengobatan, cukup terapi perilaku. Biasanya obat yang diresepkan adalah Ritalin yang berfungsi menekan fungsi syaraf atau merk lain yang mengandung Methylphenidate.

Pemberian intervensi medis yang tidak tepat khususnya pada anak meningkatkan risiko penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan stroke ketika dewasa. Pemberian obat disarankan untuk diagnosis gangguan dengan taraf berat (severe). Itupun disarankan dengan kombinasi terapi perilaku.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com