BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Universitas Indonesia

Bagaimana Perguruan Tinggi di Indonesia Menjawab Tantangan Global?

Kompas.com - 04/05/2018, 10:08 WIB
Auzi Amazia Domasti,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Edo Sebastian Jaya, peneliti sekaligus dosen dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) berhasil mendapat bukti tentang mekanisme psikologis dari munculnya gejala-gejala skizofrenia.

Bersama rekannya, Leonie Ascone dan Tania M. Lincoln dari Psikologi Klinis dan Psikoterapi, Universität Hamburg, Jerman, mereka berhasil mendapat kesimpulan bahwa konsep diri yang buruk dapat mengarah pada perasaan depresif dan cemas.

Bila hal itu berlangsung lama, sekira 8-12 bulan, efeknya bisa mengarah ke peningkatan gejala skizofrenia.

Sebagai informasi, skizofrenia termasuk salah satu penyakit gangguan fungsi otak dalam katergori psikologis berat. Penderita skizofrenia umumnya mengalami gejala-gejala yang menganggu seperti berhalusinasi dan kerap mendengar suara bisikan.

Singkat cerita, temuan mereka dipublikasikan pada jurnal internasional Psychological Medicine. Jurnal tersebut merupakan salah satu jurnal berpengaruh dalam bidang pengembangan ilmu psikologi.

IlustrasiCakeio Ilustrasi
Terlebih lagi, jurnal itu pun masuk Impact factor (IF) kategori Q1 yang merupakan kategori tertinggi. Jadi, penelitian dalam jurnal yang masuk kategori ini dianggap lebih penting dan terpercaya dibandingkan dengan jurnal yang kategorinya lebih rendah.

Dalam pengembangan pengetahuan, temuan-temuan seperti itu cukup bermakna. Terlebih lagi melihat efeknya bahwa lewat temuan tersebut, cara penanganan pasien skizofrenia di dunia nantinya dapat berubah.

Untuk itulah, penelitian kolaborasi akademisi perguruan tinggi dalam negeri dengan akademisi dari universitas mancanegara patut diteruskan. Tujuannya, agar bisa memberi sumbangsih terhadap ilmu pengetahuan, seperti di bidang sosial, sains dan kesehatan.

Pada dasarnya, kolaborasi yang bertujuan untuk pengembangan ilmu pengetahuan seperti itu bukanlah yang pertama.

Dilansir dari ui.ac.id, hingga pertengahan 2017, terdapat 1.588 tenaga akademisi luar yang sudah hadir ke UI sebagai dosen, dosen tamu, dan peneliti tamu dalam rangka sharing knowledge kepada sivitas akademika UI.

Dari kegiatan semacam itu, kampus juga mendapat manfaat lain. Salah satunya peningkatan reputasi universitas.

Pada penilaian pemeringkatan universitas terbaik seperti Quacquarelli Symonds (QS) World University Ranking 2017/2018 ada sebuah indikator penilaian terkait kehadiran akademisi mancanegara pada suatu universitas bernama “International Faculty”.

Karena banyaknya akademisi luar negeri yang hadir di UI, kampus ini pun unggul dalam indikator tersebut ketika di survei oleh QS World University Ranking.

Kuliah umum dari dosen mancanegara di Universitas Indonesia.Dok. Universitas Indonesia Kuliah umum dari dosen mancanegara di Universitas Indonesia.
Hasilnya, UI menjadi perguruan tinggi peringkat pertama di Indonesia. Bila dihitung mundur, prestasi ini sudah enam kali dicapai.

Selain indikator International Faculty, berbagai indikator lainnya yang juga berhasil terpenuhi oleh UI antara lain, adanya peningkatan signifikan dalam publikasi jurnal, pengelolaan sumber daya manusia di tingkat universitas, fakultas, serta tata kelola organisasi institusi.

Berdasarkan kalkulasi tim QS, UI juga unggul dalam kategori Kualitas Tenaga Pendidik, Reputasi Akademis, Jumlah Tenaga Pendidik Asing, dan kegiatan belajar-mengajar pada setiap fakultas.

“Secara tidak langsung, (prestasi) ini menunjukkan bahwa institusi pendidikan di Indonesia telah direkognisi oleh dunia pendidikan di Asia,” ujar Rektor UI, Muhammad Anis dikutip dari laman ui.ac.id.

Hasil itu membawa UI berada di peringkat ke-54 se-Asia dan ke-277 dunia. Ini menunjukkan sebuah peningkatan signifikan mengingat pada tahun sebelumnya UI ada di urutan ke-325 dunia.

Perlu diketahui, QS World University merupakan pemeringkatan universitas-universitas di dunia yang dilakukan oleh Quacquarelli Symonds, perusahaan asal Inggris yang bergerak di bidang pendidikan.

Prestasi lain didapat UI ketika 2010 mempelopori sebuah survei internasional terkait pemeringkatan universitas dalam bidang pengelolaan lingkungan hidup kampus bernama UI Green Metric.

Ilustrasi: perpustakaan UI, The Chrystal of Knowledge
KOMPAS.com Ilustrasi: perpustakaan UI, The Chrystal of Knowledge
Survei itu telah dikenal di dunia internasional dan diikuti 619 perguruan tinggi dari 76 negara.
Dari survei itu, UI menduduki peringkat pertama sebagai kampus terhijau di tingkat nasional. Adapun dalam kancah global, yang menjadi kampus hijau terbaik di dunia yaitu University of Wageningen, Belanda.

Menyambut revolusi industri 4.0

Prestasi-prestasi itu pada dasarya jadi pembuktian perguruan tinggi di Indonesia siap menghadapi tantangan revolusi industri 4.0.

Sebagai informasi, revolusi industri 4.0 merupakan perubahan sektor industri di dunia yang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi serta internet sehingga akan mengintegrasikan dunia online dengan produksi industri.

Kondisi itu akan mempengaruhi adanya perubahan komposisi, terutama pada sumber daya manusia di lapangan kerja. Singkatnya, kebutuhan tenaga kerja baru tumbuh pesat di samping tergerusnya tenaga kerja lama yang tergantikan oleh mesin.

[Baca juga: Mahasiswa Rantau, Kampus UI dan Trik Mendapat Beasiswa...]

Terkait hal itu Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Mohammad Nasir menyarankan agar perguruan tinggi terus melakukan kolaborasi riset dengan kampus dunia seperti yang telah dilakukan UI.

“Selanjutnya lakukan kerja sama riset seperti dengan (kampus) Amerika Serikat, mengingat karena kemajuan teknologi di sana dan banyaknya universitas yang telah masuk 200 besar kampus terbaik dunia,” ujar Nasir dikutip dari Kompas.com, Kamis (1/3/2018).

Nasir pun berharap dengan penelitian itu prestasi UI bertambah dan peringkatnya naik, mampu memenuhi target agar dapat masuk 200 besar kampus terbaik dunia.

Pada akhirnya, bukan hanya soal peringkat melainkan bagaimana perguruan tinggi di indonesia mampu menghadapi tantangan global.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau