'Ideologi Cinta' Itu Bernama Pancasila

Kompas.com - 24/05/2018, 22:09 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Kasual dan kekinian. Itulah atmosfer yang tergambar dalam acara yang digelar Universitas Tarumanegara (Untar) bekerja sama dengan Komando Resort 052/Wijayakrama Kodam Jaya dalam seminar "Implementasi Nilai-Nilai Pancasila bagi Generasi Milenial Zaman Now", Kamis, 24 Mei 2018 di kampus Untar Jakarta.

Atmofer yang mungkin tidak akan kita temui bila mengikuti berbagai seminar 'berbau' Pancasila era 'jaman old' di mana seminar-seminar Pancasila hadir dalam nuansa kaku, resmi dan formal.

Pangdam Jaya Mayjen TNI Joni Suprianto pembicara utama pun berhasil memikat peserta yang tidak hanya berasal dari Untar namun juga beberapa universitas dan SMA lain. 

"Yang menjadi titik kritis bangsa ini adalah budaya generasi milenial yang instan dan juga mudah dipengaruhi," ujar Pangdam Jaya.

Mengapa? Salah satunya Pangdam Jaya menyontohkan tentang penggunaan teknologi. Teknologi yang diharapkan membantu manusia untuk hidup sejahtera, aman dan nyaman realita justru banyak dimanfaatkan kurang baik.

"Teknologi yang diharapkan dapat mempersatukan justru banyak dimanfaatkan untuk memecah belah. Generasi milenial hidup di era komunikasi yang justru kurang komunikatif," papar Pangdam Jaya.

Baca juga: Pesan Jokowi untuk Milenial: Manfaatkan Medsos dengan Bijak

Para pembicara Seminar Implementasi Nilai-Nilai Pancasila bagi Generasi Milenial di Zaman Now bertempat di Untar (24/5/2018).Dok. Kompas.com Para pembicara Seminar Implementasi Nilai-Nilai Pancasila bagi Generasi Milenial di Zaman Now bertempat di Untar (24/5/2018).

Salah satu pembicara, Audrey Yu Jia Hui, penulis buku "Mencari Sila Kelima", mengajak peserta yang hadir untuk melihat Pancasila secara berbeda. Pancasila yang bukan sebagai ideologi politis semata.

"Kita bisa menggunakan Pancasila untuk saling mencintai sesama manusia, apa pun agama atau sosio-ekonomi dan suku bangsa mereka," ujar Audrey.

Cinta yang didasarkan atas persaudaraan sesama bangsa dan negara akan melahirkan harapan untuk bersatu dan tidak gampang untuk dipecah-belah. Dari situlah kita bisa maju, tambahnya.

Itu mengapa, judul asli buku yang ia buat adalah "Mencari Tong Bao". Kata "Tong Bao" berasal dari bahasa Mandarin yang artinya "dari rahim yang sama". Jadi negara itu diibaratkan sebagai ibu yang punya rahim dan melahirkan seluruh warga negara. Sehingga seluruh warga negara itu sebetulnya bersaudara, karena lahir dari rahim ibu yang sama.  

Lalu bagaimana generasi milenial mengimplementasikan Pancasila?

"Dengan cinta yang universal. Maksudnya, tidak terbatas pada kelompok kecil tertentu," jelas Audrey. 

Semakin besar kemampuan manusia untuk mencintai, semakin bahagia dirinya. Jika sudah mampu melihat manusia, terutama sewarga negara, sebagai saudara, kita bisa lebih bahagia dan lebih penuh rasa kemanusiaan, jelasnya.

"Itu mengapa saya menyebut Pancasila sebagai 'ideologi cinta'," tegasnya.

Hadir sebagai pembicara yang lain dalam kesempatan tersebut: Dr. Martin Sinaga, Budayawan Mohammad Sobary, Komedian Mongol dan prajurit berprestasi TNI.

"Melalui seminar ini diharapkan agar para mahasiswa dapat menjadi generasi penerus yang memiliki nasionalisme tinggi dan menjadikan Pancasila sebagai pegangan hidup," ujar Rektor Untar Prof. Dr. Agustinus Purna Irawan.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau