KOMPAS.com - Masuk tahun ajaran baru merupakan saat tepat bagi orangtua mewaspadai masalah gangguan belajar pada anak.
Pada anak-anak wajar jika sesekali mengalami kesulitan memperlajari hal-hal baru dalam hidupnya, misalnya saja belajar baca tulis.
Namun jika keluhan kesulitan belajar cenderung konsisten dan berlanjut hingga anak beranjak dewasa, kemungkinan ada kondisi medis tertentu mendasarinya. Salah satu diantaranya adalah disleksia.
1. Bukan penyakit mental
Haywitz SE dalam bukunya "The Education of Dyslexic Children from Childhood to Young Adulthood" mengatakan bahwa disleksia bukan sebuah penyakit mental. Disleksia adalah salah satu jenis ketidakmampuan atau gangguan belajar pada anak yang umum terjadi.
Anak mengalami gangguan ini biasanya agak sulit mengeja kata-kata atau bahkan sulit membaca. Sayangnya, meski kemampuan berpikir mereka bisa dikatakan di atas rata-rata, tetapi pada dasarnya mereka sulit memahami pelajaran dari segi visual atau suara.
2. Ciri-ciri disleksia pada balita
Beberapa ciri disleksia pada anak balita atau TK diantaranya:
Baca juga: Nah Ini Dia, Jadwal Libur Tahun Ajaran 2018/2019
Ciri-ciri disleksia pada anak usia sekolah SD:
3. Tindakan orangtua
Orangtua perlu cepat tanggap dan peka terhadap kondisi anak bila mulai menunjukan gejala atau ciri gangguan sulit belajar ini sejak dini.
Hal ini dapat berimbas kepada kondisi psikologis anak. Anak dapat merasa depresi dan akan minder, menurunkan kepercayaan diri serta sosialisasinya di lingkungan sekolah karena ketidakmampuannya tersebut.
Tidak ada cara bisa mengobati ketidakmampuan belajar ini, karena pada dasarnya bukanlah suatu penyakit berbahaya. Orangtua bisa melakukan terapis atau metode untuk melatih anak bisa berlaku normal di masyarakat. Contohnya dengan latihan membaca atau menulis untuk anak yang mengidap gangguan sulit belajar.
Lebih jauh lagi, mengenali dan mengatasi gangguan belajar memerlukan langkah bertahap dan dukungan profesional diantaranya dengan melakukan konsultasi pada psikolog anak atau terapis pendidikan anak.