Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengulik 5 Mitos di Dunia Pendidikan Indonesia

Kompas.com - 30/08/2018, 17:04 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Berbicara soal pendidikan Indonesia tidak ada pernah habisnya. Sama seperti bidang lain, ada banyak mitos menyelimuti dunia pendidikan di Indonesia.

“Salah satu cara untuk dapat menggali permasalahan tersebut adalah menganalisis data, karena sumber kredibel itu sangat penting. Jadi yang disampaikan adalah fakta, sesuai dengan data”, tutur Ina Liem, pendiri Jurusanku.com dan perusahaan konsultasi data Inadata  dalam pertemuan komunitas data science DQLab di Gedung Kompas, Kamis (23/8).

Menurut data yang sudah diolah dan dianalisis Jurusanku.com dan Inadata ada beberapa mitos menarik seputar dunia pendidikan Indonesia:

1. Jurusan favorit SMA masih sama, padahal industri banyak berubah

“Setiap saya ke sekolah-sekolah, pasti lebih banyak kelas IPA daripada kelas IPS. Kenapa
saat kuliah bisa berubah? Dari situ kami menggali data, melakukan wawancara, dan survey ke siswa dan juga ke orangtua mereka”, jelas Ina.

Faktanya, dalam tiga tahun terakhir ini, jurusan kuliah yang menjadi favorit mahasiswa adalah Manajemen, Kedokteran, Teknik, dan Akuntansi. Data Pendidikan Tinggi (Dikti) menyebutkan ternyata tahun ini hanya 46% mahasiswa mengambil jurusan sains atau IPA. Sisanya, justru 64% mahasiswa mengambil jurusan humanoria atau IPS.

2. Salah persepsi jurusan dan karir

Masih banyak orang tua dan siswa salah persepsi mengenai jurusan dan masa depan karir. Hasil pengolahan data ditemukan ternyata masih banyak orang tua dan siswa 
salah persepsi mengenai karir dan masa depan jurusan.

Misalnya jurusan matematika. Mereka mengira kalau mengambil jurusan matematika maka peluang karir akan sangat sempit. Padahal dari jurusan matematika setidaknya ada lebih dari 15 lapangan pekerjaan yang dapat dijadikan peluang.

Bahkan berkarir dengan gaji fantastis seperti data scientist membutuhkan kemampuan matematika, statistika, dan komputer.

Baca juga: Kebutuhan Profesi Pengolah Big Data Meningkat Tajam, Tertarik?

Contoh lain, saat siswa ditanya apakah Indonesia termasuk negara maritim, mereka serempak menjawab iya. Padahal, berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, negara yang disebut negara maritim adalah yang 40% pendapatannya diperoleh dari hasil laut. Indonesia sendiri baru mencapai 15%.

“Dari sini dapat disimpulkan bahwa pengoptimalan potensi usaha laut masih belum maksimal. Padahal pendidikan di jurusan kelautan bukan hanya tentang perikanan”, jelas Ina menambahkan.

3. Kepribadian guru menentukan prestasi siswa

Jurusanku.com pernah melakukan pengelompokan atau profiling variabel penentu kesuksesan dengan profesi di dunia kerja. Salah satu variabel yang diteliti adalah kepribadian.

Uniknya, setelah dilakukan penelitian ditemukan fakta ada kecocokan kepribadian antara guru tipe A dengan sejumlah murid berprestasi.

Ternyata, kepribadian guru, cara mengajar guru, berpengaruh terhadap daya tangkap siswa. Data juga menunjukkan bahwa tidak hanya siswa yang perlu diedukasi, guru pun perlu mendapatkan edukasi agar dapat menghadapi kepribadian siswa yang berbeda-beda.

4. Korelasi kecerdasan otak kanan dan otak kiri terhadap produktivitas kerja

Ada mitos menyatakan kecerdasan otak sangat berpengaruh terhadap kecocokan profesi kerja. Artinya, orang yang memiliki kecerdasan otak kiri berarti pintar matematika dan orang yang memiliki kecerdasan otak kanan berarti unggul dalam kreativitas.

Nyatanya, data juga menyebutkan belum ada korelasi antara pengaruh kecerdasan otak dengan produktivitas bidang profesi tertentu. Banyak orang sukses dalam profesi tertentu bukan didasarkan hanya pada hasil dominasi kecerdasan otak kanan atau kiri saja.

5. Siswa indonesia banyak berada di level low order thinking

Dalam dunia pendidikan, terdapat 6 tahapan menuju critical thinking. Pendapat umum mengatakan kebanyakan siswa Indonesia masih berada di level low order thinking, atau level terendah.

Padahal, saat ini tenaga analis terutama di bidang data memerlukan pemikiran di tingkatan high order thinking, dimana siswa dapat menganalisa melalui pertanyaan kritis.

Hal ini sebenarnya telah menjadi perhatian pemerintah Indonesia saat ini. Salah satu upaya 
dilakukan pemerintah adalah dengan memperbanyak soal bersifat high order thinking  (HOTS)
berbentuk esai, bukan lagi pilihan ganda. Tujuannya agar kemampuan berpikir kritis siswa
dapat dipertajam melalui soal latihan dan ujian.

Fenomena mitos pendidikan di atas diperoleh berdasarkan hasil analisis data. Hal ini menunjukkan bahwa data tidak hanya dapat diaplikasikan di sektor industri, tapi juga edukasi. Tren akan kebutuhan pengolahan data akan terus meningkat dan kebutuhan akan tenaga kerja di bidang data scientist akan bertambah di hampir semua bidang.

Saat ini mempelajari pengolahan data sudah menjadi kebutuhan industri. Untuk itu, Universitas Multimedia Nusantara (UMN) melalui DQLab.id, platform pembelajaran data science lewat real case, berusaha menjawab tantangan akan kebutuhan data scientist di masa mendatang.

Informasi lebih lanjut tentang DQLab.id dapat dilihat melalui www.dqlab.id

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com