Berikut 5 Langkah "Marah dengan Kasih Sayang" kepada Anak

Kompas.com - 16/09/2018, 10:47 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Saat mendidik dan mengasuh anak-anak, orangtua tanpa sadar sering melakukan cara-cara kurang tepat. Saat melihat anak membuat kesalahan, orangtua sering mengungkapkan ketidaksetujuannya dengan kemarahan.

Sahabat Keluaga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyampaikan, saat orangtua menjumpai tingkah anak mengamuk dan menunjukkan emosi berlebihan dengan berteriak maupun bertindak berlebihan, orangtua tidak perlu memberi cubitan, memukul, atau mengeluarkan kata-kata bernada kemarahan.

Alih-alih berhenti menangis jika dicubit, tangis anak justru akan malah semakin menjadi. Anak usia dini sesungguhnya masih belum memahami hubungan antara tindakannya yang ’nakal’ menurut orangtua dan pukulan yang diterimanya.

Badan mungilnya hanya merasakan sakit jika dicubit dan hatinya menjadi takut ketika dibentak, tanpa tahu kenapa dipukul. Hal ini tentu akan melukai perasaannya. Akibatnya akan menghambat perkembangan sosial emosional anak.

Baca juga: Konsistensi Orangtua Tentukan Keberhasilan Pendidikan Anak

Mendidik dan mengasuh mengedepankan emosi membuat jiwa anak menjadi tidak stabil. Hal ini dapat berdampak negatif bagi perkembangan sosial emosional anak. Anak berpotensi menjadi tidak terkendali ketika berada di luar rumah atau sebaliknya anak dapat memiliki karakter tertutup.

Untuk itu sikap bijaksana harus diambil untuk menghindarkan anak dari korban emosi orangtua. Marahlah dengan kasih sayang, yaitu dengan mengambil hati anak, tidak dengan menekan dan emosi berlebihan, apalagi dengan fisik.

Berikut 5 cara marah dengan kasih sayang yang disarankan forum Sahabat Keluarga Kemendikbud: 

1. Anak amanat Tuhan

Pertama, sadari bahwa anak adalah amanat Tuhan yang harus kita jaga. Betapa menyedihkan jika anak yang seharusnya mendapat kasih sayang, tapi justru mendapat tindakan kekerasaan dari orangtua, sengaja maupun tidak sengaja.

2. Emosi berdampak pada anak

Kedua, pahami lebih dalam bahwa anak memang selalu melakukan tindakan selayaknya seorang anak yang merepotkan orangtua. Jika orangtua emosi dan melampiaskan dengan kemarahan yang berlebihan, anak yang menanggung akibatnya. Mereka menjadi penakut, hilang rasa percaya dirinya. Bahkan sebaliknya, anak dapat menjadi seorang yang tak terkendali dan agresif.

3. Hindari pukulan fisik 

Ketiga, tindakan marah orangtua dalam rangka memberikan efek jera pada kesalahan yang diperbuat anak harus dalam kondisi bahwa kesalahan yang dilakukannya memang pantas untuk dimarahi. Namun rambu-rambu harus tetap dipegang. Hindari pukulan fisik dan kata-kata yang menyudutkan.

4. Konsistensi orangtua

Mencampuradukkan kesalahan kecil dan kesalahan besar yang dilakukan anak tidak boleh dilakukan. Ketika anak melakukan kesalahan kecil orangtua marah-marah, namun ketika melakukan kesalahan besar orangtua diam. Atau sebaliknya ketika anak melakukan kesalahan kecil ataupun kesalahan besar orangtua tetap memberi hukuman berat. Hal ini berdampak kebingungan anak dalam memahami benar dan salah.

5.  Tidak tergesa menghukum

Tidak tergesa-gesa memarahi apalagi memberi hukuman. Tanyakan dengan bahasa yang lembut mengapa anak melakukan kesalahan. Biarkan ia menikmati kehidupan usianya. Kita sebagai orang tua sebaiknya tidak terlalu menuntut anak untuk mengubah tingkah laku sesuai keinginan kita.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau