Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Jokowi Ajak Merayakan Kontestasi dengan Kegembiraan

Kompas.com - 15/10/2018, 23:05 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengingatkan kembali pesan yang disampaikan dalam pidato di Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 di Bali beberapa waktu yang lalu saat memberikan orasi ilmiah dalam Sidang Terbuka Senat Universitas Kristen Indonesia (UKI) Lustrum XIII UKI di Kampus UKI, Jakarta Timur (15/10/2018).

“Pesan moral yang ingin saya sampaikan saat itu adalah bahwa konfrontasi dan perselisihan akan mengakibatkan penderitaan, bukan hanya bagi yang kalah, namun juga yang menang,” Presiden seperti dilansir dari laman resmi Kemenristekdikti.

Perebutan kekuasaan dan persaingan antar kekuatan besar itu bagaikan roda besar yang berputar seperti siklus kehidupan. “Satu negara elite tengah berjaya, sementara negara lain mengalami kemunduran dan kehancuran,” ucapnya.

Dirinya berujar bahwa kekalahan atau kemenangan yang dihasilkan dalam sebuah peperangan atau persaingan akan selalu sama: menimbulkan kerusakan dan kerugian bagi kedua pihak.

“Tidak boleh melakukan kerusakan hanya untuk menghasilkan sebuah kemenangan. Tidak ada artinya kemenangan yang dirayakan di tengah kehancuran. Itulah pesan moral yang ingin saya sampaikan di Annual Meetings itu,” ujarnya menegaskan.

Relevansi kontestasi dalam negeri

Meski disampaikan untuk menggambarkan kondisi terkini terkait keadaan ekonomi global kepada para pimpinan lembaga internasional serta pengambil kebijakan ekonomi dan fiskal di Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia di Bali beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo menyebut pidatonya juga relevan bagi kontestasi di dalam negeri.

Baca juga: Hadiri AKSI 2018, Presiden Jokowi Minta Hal Ini kepada Siswa Indonesia

“Pesan moral yang saya sampaikan pada pidato di Bali tersebut tidak hanya relevan disampaikan kepada pemimpin dunia saat ini. Tetapi juga dapat kita sampaikan kepada masyarakat, kepada pemimpin-pemimpin kita di dalam negeri, terutama elite-elite yang sedang memperjuangkan kepentingannya,” kata Kepala Negara.

Presiden mengakui, dalam tahun politik masyarakat dan para tokoh politik akan ikut terlibat dalam kontestasi pesta demokrasi. Dalam praktiknya, kontestasi tersebut akan diikuti oleh rivalitas.

Imbauan rivalitas tidak destruktif

Meski demikian, Presiden mengingatkan agar rivalitas tersebut hendaknya tidak bersifat destruktif. “Rivalitas dibangun di atas fondasi yang tidak saling menjatuhkan. Kontestasi tidak boleh menimbulkan kegaduhan dan permusuhan, kebencian, kedengkian, tidak saling mencela, dan tidak harus saling memfitnah,” tuturnya.

Sebaliknya, Presiden Joko Widodo ingin agar rakyat Indonesia menyambut kontestasi ini dengan penuh kegembiraan. Hal tersebut sebenarnya berulang kali disampaikan oleh Presiden dalam sejumlah kesempatan.

“Rakyat kita harus merayakan kontestasi ini dengan kegembiraan yang diwarnai oleh narasi-narasi yang sejuk, gagasan-gagasan untuk kemajuan, program-program untuk Indonesia maju, yang merayakan perbedaan pilihan dengan penuh kedewasaan, dengan penuh kematangan, yang justru ini akan memperkokoh Bhinneka Tunggal Ika dan persatuan kita. Inilah yang sebetulnya ingin kita raih dalam kontestasi politik kita ini,” ucapnya.

Keteladanan Mohammad Natsir dan Leimena

Terkait itu, Kepala Negara mengingatkan soal persahabatan lintas pandangan antara Mohammad Natsir dan Johannes Leimena dalam masa revolusi kemerdekaan dan setelahnya. Keduanya, dalam praksis politik, dapat sewaktu-waktu bersikap berseberangan. Namun, dalam keseharian, mereka tetap bersahabat dan menghormati satu sama lain. 

"Para pendiri bangsa kita telah memberikan keteladanan yang luhur kepada kita sebagai generasi penerus. Coba kita lihat Bapak Johannes Leimena dan Bapak Mohammad Natsir. Meskipun mereka berasal dari partai yang berbeda, Partai Kristen Indonesia dan Partai Masyumi, tetapi mereka sangat bersahabat,” ujar Kepala Negara.

“Mereka bersaudara dan menjadi sahabat sejati dalam pergaulan sehari-hari. Tidak ada saling mencela, saling mencemooh, memfitnah apalagi. Inilah keteladanan yang harus kita ambil, kita pakai,” imbuhnya.

Keteladanan serupa itulah yang harus kita teruskan di masa kini sebagai fondasi bangsa dalam menghadapi tantangan-tantangan seperti ketidakpastian global, terorisme, dan radikalisme.

“Itu tantangan-tantangan yang akan kita hadapi ke depan. Kita juga harus cepat memanfaatkan peluang dengan melakukan lompatan-lompatan kemajuan. Kalau itu kita bersatu pasti kita bisa,” tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com