Ini Alasan Siswa SMA "Mager" Berkoperasi

Kompas.com - 19/11/2018, 22:18 WIB
Josephus Primus,
Yohanes Enggar Harususilo

Tim Redaksi


KOMPAS.com -  Sebagai siswa SMA yang menempuh jurusan IPS, Thomas Vittorio mengaku mempelajari seluk beluk koperasi.

"Tahu kok saya tentang koperasi," tutur siswa sekolah Santa Maria Monica di Bekasi Timur sembari menyebut jenis koperasi antara lain simpan pinjam, konsumsi, dan sebagainya.

Sedikit banyak punya pemahaman tentang usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan itu ternyata membuat remaja pria yang karib disapa Vitto itu bergeming.

"Saya mager ikut koperasi," katanya.

Mager, istilah masa kini untuk malas gerak, adalah ungkapan Vitto, yang suka pada seni penyuka cosplay itu, untuk begitu banyak anggapan bahwa koperasi belum mampu memenuhi tuntutan zaman.

Baca juga: Meningkatkan Daya Saing Global lewat Budaya Penelitian di SMA

Kebanyakan koperasi masih berkutat dengan cara-cara lama mulai dari pendaftaran manual, pengisian formulir dengan menulis pada berlembar-lembar kertas hingga sulitnya mengetahui jumlah simpanan uang terkini secara realtime.

Padahal, kebutuhan remaja saat ini, sejatinya meski harus terpenuhi hanya dalam sebuah sentuhan jari pada gawai-gawai berteknologi mutakhir.

Koperasi dan Teknologi 

Adalah Sekretaris Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM) Meliadi Sembiring pada Jumat (16/11/2018) yang mengisyaratkan bahwa pentingnya sosialisasi dan edukasi lebih banyak mengenai koperasi kepada siswa SMA, khususnya, mesti menjadi perhatian.

"Pemerintah memang sudah mengimbau agar pada era Internet of Things (IoT), koperasi harus beradaptasi dan bergerak cepat di era digital," tuturnya pada peluncuran kartu digital Koperasi Simpan Pinjam (Kospin)  Pracico Inti Sejahtera dan Koperasi Simpan Pinjam & Pembiayaan Syariah Pracico Inti Utama di Jakarta.

Meliadi sempat membeberkan data sebagaimana tercantum pada laman depkop.go.id.

Per Juli 2018, sekitar 200.000 koperasi ada di Indonesia. Dari jumlah itu, 80.000 koperasi dinyatakan sehat.

Dari jumlah 200.000 tersebut, 75.000 koperasi berstatus perlu dibina. Lantas, ada 50.000 koperasi dibubarkan karena tidak sehat.

Kenaikan rasio koperasi

Masih menurut data itu, rasio koperasi di Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) sejatinya meningkat alias mengalami kenaikan.

Per 2014, rasio koperasi di Indonesia dengan PDB ada di angka 1,71 persen dari total jumlah penduduk usia produktif.

Hingga 2017 usai, angka rasio itu menyentuh posisi 3,1 persen dari total jumlah penduduk usia produktif.

Sementara, lanjut Meliadi, Indonesia perlahan tapi pasti mulai menggapai angka 5 persen jumlah pelaku wirausaha dari total jumlah penduduk.

Kartu digital koperasi

Tedy Agustiansjah, Chairman MIS Group (kiri) dan Meliadi Sembiring Sesmenkop UKM (kanan) saat peluncuran Pracico Privilege.Praciko Kospin MIS Group Tedy Agustiansjah, Chairman MIS Group (kiri) dan Meliadi Sembiring Sesmenkop UKM (kanan) saat peluncuran Pracico Privilege.

Sementara itu, catatan dari Tedy Agustiansjah, Chairman MIS Group yang menjadi induk Pracico menunjukkan bahwa digitalisasi di bidang koperasi terlihat pada kartu digital tersebut.

Misalnya, kartu dirancang berbasis Android dan IOS. Kartu digital itu pun punya rancangan pemindaian QR Code.

Kartu digital bisa digunakan untuk layanan tiga macam setoran simpanan berjangka. "Ketika anggota meningkatkan investasinya, data kartu digital ini bisa langsung menyesuaikan dengan kategori anggota," pungkas Tedy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau