KOMPAS.com — Kesadaran pentingnya komunikasi orangtua dan guru untuk ‘mengawal’ proses belajar anaknya rupanya disadari sepenuhnya oleh pasangan suami-istri Benny Wijaya (50) dan Siti Aminah (45). Padahal, keduanya bukan lulusan perguruan tinggi.
Ini menjadi kisah inspiratif bagaimana dalam kesederhanaan, pendampingan orangtua mampu mengubah kondisi dari keterbatasan menjadi kemungkinan untuk meraih kesempatan yang lebih tinggi.
Benny hanyalah lulusan SD di Banjar Baru, Kalimantan Selatan, dan kini bekerja sebagai sopir truk pasir.
Adapun Aminah hanya sempat mengenyam pendidikan sampai kelas II sekolah dasar di Situbondo, Jawa Timur, yang saat ini membantu ekonomi keluarga dengan membuka warung nasi sederhana di beranda rumahnya di Desa Ketapang Daya, Madura, Jawa Timur.
Dilansir dari laman resmi Sahabat Keluarga Kemendikbud, Aminah bercerita dirinya selalu menjaga komunikasi dengan guru anak-anaknya.
”Saya sering sengaja ketemu gurunya anak-anak untuk memantau perkembangan anak. Kalau nilai kurang, saya minta nasihat apa yang harus saya lakukan sebagai orangtua. Saya juga minta kalau ada kegiatan di sekolah, anak saya tolong diikutsertakan,” ungkapnya.
Baca juga: Kisah 2 Eks Tentara Anak Saat Konflik Ambon: Dulu Saling Membenci, Kini Berkolaborasi
Aminah juga selalu minta nomor telepon dan alamat gurunya untuk memantau kegiatan yang dilakukan anaknya di sekolah, tidak hanya saat anak duduk di bangku SD, tetapi juga sampai saat anak sudah di SMP dan SMA.
”Sebelum punya handphone, saya sengaja jalan kaki ke rumah gurunya untuk memastikan keberadaan anak-anak yang katanya waktu itu sedang kerja kelompok,” tutur Aminah.
Lain lagi dengan Benny. Saat-saat dalam perjalanan di truk mengantar muatan pasir yang bisa berhari-hari, ia rajin menelepon keluarga, terutama anak-anak, untuk memastikan apa yang dilakukan mereka.
Menurut dia, hal itu dilakukan karena khawatir dengan pergaulan anak-anak muda di Madura yang sudah banyak terlibat kasus narkoba, tawuran, dan perilaku negatif lain.
Benny dan Aminah juga menegakkan kedisplinan ketat, baik dalam hal belajar maupun pergaulan. Anak-anaknya diingatkan tidak sembarangan memilih teman serta selalu disiplin dalam mengelola waktu di antara waktu belajar, istirahat, dan bermain.
Setiap malam bila di rumah, Benny selalu mengumpulkan anak-anaknya untuk memberi nasihat.
”Saya selalu mengingatkan anak-anak, kalau mau membahagiakan orangtua, harus benar- benar sekolah, sungguh-sungguh belajar. Saya memang terapkan kedisiplinan dan membatasi pergaulan walaupun juga memberi kebebasan kepada anak-anak untuk menentukan langkah hidupnya,” katanya.
Ditambahkan Aminah, untuk menegakkan kedisiplinan, ia menjadwal ketat anak-anaknya. Setiap hari, ketiga anaknya nyaris tidak punya waktu untuk bermain.
Sepulang sekolah sekitar pukul 12.00, istirahat. Lantas dari pukul 14.00 sampai 16.00 masuk sekolah madrasah yang kemudian lanjut ikut pengajian sampai magrib. Malam hari adalah waktu anak-anak belajar sampai pukul 21.00 sebelum tidur. “Jadwal main hanya malam Minggu dan hari Minggu,” katanya.