“Ini karena kami ingin meminta komitmen dari para orangtua untuk mendidik mereka. Karena keberhasilan anak didik bukan hanya tanggung jawab lembaga pendidikan tetapi juga orang tua,” ucap gatot.
Bukan cuma itu, setiap semester pihak universitas pun mengadakan pertemuan dengan para orang tua mahasiswa.
Untuk faktor teknologi, kata Gatot, terlihat dari media sosial yang kelewat batas sehingga bisa mempengaruhi karakter milenial. Mereka jadi lebih suka mengabiskan banyak waktu dengan gadget daripada berinteraksi langsung dengan sesama.
Alhasil kemampuan bersosialisasi mereka kurang dan ini memberikan dampak yang buruk bagi mereka ketika terjun ke dunia kerja. Tidak hanya itu, berinteraksi dengan sosial media juga akan membangkitkan hormon dopamine.
Nama terakhir adalah salah satu jenis hormon yang bisa membuat seseorang merasa puas sehingga ketagihan dan berakhir dengan kecanduan. Sama seperti orang yang kecanduan alkohol dan narkotika.
“Karena itulah generasi milenial rapuh, sehingga tidak kuat menghadapi tekanan di dunia kerja. Bahkan mereka gampang sekali stres dan bisa lari ke narkoba, alkohol serta bunuh diri,” ucap dia.
Untuk impaction, Gatot menjelaskan bahwa dampak yang diinginkan milenial adalah serba instan. Ini terjadi akibat perkembangan internet. Mereka bisa mendapatkan berbagai jawaban atau solusi terkait permasalahan yang dihadapi melalui internet.
“Milenial itu tidak sabaran, mereka ingin dapat instant gratification atau penghargaan di tempat kerja” ucap dia.
Sedangkan buat environment, ia menyatakan bahwa ini dipengaruhi oleh perusahaan atau organisasi yang hanya memikirikan pertumbuhan target, pencapaian, dan keuntungan.
Perusahaan kemudian lupa untuk mengembangkan kemampuan SDM-nya. Mengembangkan rasa empati karyawan dan nilai-nilai lainnya.
Terkait pengembangan SDM, Kepala Program Teknologi Game dan Aplikasi Binus, Andry Chowanda mengutarakan solusi yang bisa dilakukan para perusahaan.
Solusi yang dimaksud harus memperhatikan bahwa saat ini sudah era industri 4.0 dan sebentar lagi masuk ke industri 5.0. Maka dari itu bila perusahaan ingin melakukan pelatihan atau training harus memanfaatkan kemajuan teknologi.
“Perusahaan bisa melakukan training dengan gamification dan serious games. Virtual Realitiy (VR) dan Augmented Reality (AR) juga bisa dipakai untuk training SDM dikombinasikan dengan 3D. Kalau ini dilakukan juga bisa menurunkan waktu belajar mereka,” ucap Andry.
Lebih hebatnya lagi, lanjut Andry, training dengan model seperti ini bisa pula diterapkan pada semua generasi yang ada di perusahaan.
Sebagai informasi, hadir sebagai peserta diskusi adalah para owner dan perwakilan dari perusahaan yang bekerja sama dengan Binus dalam program Binus Industry Partnership Program (BIPP) 2019.
Program tersebut diinisiasi untuk membina kerja sama antara Binus University dengan pihak industri dalam menyelenggarakan program magang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.