Berbagai Masalah Sistem Zonasi, Kebijakan yang Dinilai Tak Lihat Kondisi Lapangan

Kompas.com - 20/06/2019, 18:11 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Bayu Galih

Tim Redaksi

"Malah ada beberapa orang lainnya didapati (telah) memanipulasi surat keterangan domisili, karena secara keterangan minimal enam bulan hingga setahun. Ini biasanya yang sering dimanfaatkan calo perubah domisili," tuturnya.

Baca juga: Demi Diterima Sekolah Lewat Jalur Zonasi, Siswa Pindah Domisili Jelang PPDB

Sulit mendapat sekolah

Masalah ini paling jamak dirasakan masyarakat yang akan mendaftarkan anaknya ke sekolah negeri.

Karena sistem zonasi, ternyata nilai yang diperoleh seorang siswa tidak bisa banyak membantu dan menjamin ia akan diterima.

Nilai tinggi akan tersingkir oleh pendaftar yang berasal dari sekitar sekolah. Kecuali, jika murid mendaftar lewat jalur prestasi atau kondisi khusus yang kuota masing-masing hanya tersedia 5 persen saja.

Salah satunya disampaikan oleh orangtua murid bernama Ridho yang akan mendaftarkan anaknya di SMA Negeri 1 Depok, Jawa Barat, namun pesimis dengan hasilnya.

"Setelah dihitung, jarak rumah ke sekolah ini lebih dari 1 kilometer. Sementara itu, di sekitar SMAN 1 ini banyak sekolahan yang sepertinya anak muridnya pasti mendaftar ke sini, jadinya agak pesimistis anak saya bisa diterima, tetapi tetap dicoba, siapa tahu bisa ya," ujar dia.

Baca juga: Orangtua: PPDB Sistem Zonasi Tak Adil, Anak Bisa Kalah dengan yang Nilainya Lebih Rendah

Berdasarkan banyaknya permasalahan yang timbul akibat peraturan sistem zonasi 90 persen dari Kemendikbud, pengamat pendidikan Darmaningtyas menilai sistem ini dibuat dengan tidak melihat kondisi di lapangan.

"Inilah cermin kebijakan yang disusun hanya dari belakang meja, tidak dari realitas di lapangan," ujar Darmaningtyas saat dihubungi Kompas.com, Rabu (19/6/2019) sore.

Memandang permasalahan yang kemudian timbul, Darmaningtyas menyebut semestinya pemerintah memperhatikan beragam aspek sebelum menetapkan dan menerapkan sebuah peraturan.

Hal ini karena Indonesia merupakan negara luas yang memiliki perbedaan kondisi juga kebutuhan di masing-masing daerahnya. Sehingga tidak semudah itu untuk menetapkan peraturan yang mengikat secara nasional.

“Kalau saya sih realistis ya, kebijakan pendidikan nasional itu kan semestinya dibuat berdasarkan kondisi lapangan geografis, ekonomi, sosial, dan budaya. Jadi tidak hanya berdasarkan angan-angan di belakang meja," ujar dia.

Baca juga: Ombudsman: Sistem Zonasi Ditolak karena Fasilitas dan Mutu Sekolah Belum Merata

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau