KOMPAS.com – Begitu banyak hal yang terjadi dan dialami oleh Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara hingga bisa merayakan hari ulang tahun (HUT) ke-74 pada hari ini, Sabtu (17/8/2019).
Bidang pendidikan menjadi salah satu sorotan masyarakat karena dianggap masih begitu banyak kekurangan dalam pelaksanaan sistem pendidikan di Indonesia.
Tidak hanya pemerintah, tetapi para aktivis dari berbagai kalangan pun ikut memberikan perhatian pada dunia pendidikan sesuai peran dan kemampuan mereka masing-masing. Perhatian itu juga datang dari para content creator dan Youtuber.
Mereka membuat konten-konten pendidikan yang bisa dilihat di Youtube dan aplikasi online game di ponsel. Hal itu mereka lakukan sebagai bentuk partisipasi yang edukatif untuk mengembangkan dunia pendidikan di Tanah Air.
Salah satunya yaitu Gerald Sebastian. Dia bersama temannya Ketut Yoga Yudistira merupakan pendiri kanal di Youtube yang bernama “Kok Bisa”. Kanal itu antara lain berisi aneka konten tentang pendidikan, keuangan, keberagaman, dan ilmu pengetahuan.
Baca juga: HUT RI Ke-74, Penyanyi Andien Bicara soal Kemerdekaan Pendidikan
Menurut dia, ada satu kegagalan dalam dunia pendidikan yang bisa dianggap sebagai missing point, yaitu kurangnya rasa keingintahuan anak-anak Indonesia. Bisa jadi hal itu berawal dai keluarga yang tidak membiasakan anaknya untuk bertanya, bahkan melarangnya.
“Mungkin di beberapa keluarga itu bertanya saja enggak boleh, ngapain sih anak kecil tanya-tanya. Salah satu cara yang bagus yaitu beri kesempatan mereka bertanya,” ucap Gerald kepada Kompas.com di Jakarta, Jumat (16/8/2019).
Padahal, bagi dia, rasa keingintahuan itu merupakan suatu kekayaan yang kita miliki. Selain itu, di balik berbagai pertanyaan yang muncul dari anak-anak, terdapat penjelasan logis yang bisa diterangkan secara ilmiah.
“Wondering atau curious about anything adalah suatu kekayaan. Mereka akan merasa hal itu penting ketika udah mulai kepo, ingin tahu lebih dalam. Padahal, dari pertanyaan itu besifat ilmiah, misalnya kenapa bola bisa mengapung, kenapa buah jatuh dari pohon. Pertanyaan yang mungkin menurut orang enggak penting itu jadi trigger kita,” imbuhnya.
Memperingati 74 tahun kemerdekaan Indonesia, Gerald menginginkan sistem pendidikannya bisa memerdekakan semua warga negara. Setiap orang bisa bebas memilih untuk menentukan pendidikan dan cita-cita mereka masing-masing di masa mendatang.
“Bisa memerdekakan pikiran, belajar dengan mudah, memberikan kontribusi kepada negara. Yang penting merdeka secara belajar,” harapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Syarif Rousyan Fikri, pendiri kanal Youtube “Hujan Tanda Tanya”, menaruh harapan agar orang yang telah mendapatkan pendidikan bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Contohnya yaitu tentang kepedulian kepada orang lain. Hal itu merupakan salah satu pelajaran moral yang diajarkan di sekolah. Namun, kenyataannya tidak semua orang bisa mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.
“Kayak pelajaran PPKN, misalnya diajari bahwa kalau ada seorang nenek mau menyeberang jalan harus dibantu, tapi bagaimana kenyataannya. Harapan saya, orang harus lebih peduli tentang pendidikan,” ucap Fikri.
Dia menganggap sebagian besar masyarakat Indonesia belum mempunyai budaya yang memandang perlunya pendidikan. Bahkan pendidikan dinilai sebagai sesuatu yang membutuhkan biaya. Mungkin itu salah satu penyebab banyaknya anak putus sekolah.
“Dibanding negara lain, sebenarnya kita belum punya kultur yang memandang pendidikan itu penting, malah dianggap cost. Makanya ada orang yang putus sekolah mungkin karena berpikir pendidikan buat apa, padahal itu sebenarnya investasi. Saya ingin kultur itu bisa berubah,” kata Fikri.
Satu pendapat lagi datang dari Sofyana Ali Bindiar. Pria yang akrab dipanggil Ali dan pendiri online game "Mabar Kuy" ini berpendapat bahwa pendidikan tidak hanya formalitas yang didapat di sekolah, tetapi bisa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Keberhasilan sistem pendidikan dapat dinilai dari tindakan nyata berupa kebaikan dan manfaat yang bisa dirasakan oleh banyak orang di sekitar kita.
“Pendidikan itu enggak cuma formal. Kalau di Islam, tingkat paling atas pendidikan itu adab. Minimal berbuat baik kepada seseorang, enggak melanggar, enggak naik motor atau menyeberang seenaknya, enggak buang sampah sembarangan. Itu berarti pendidikan sudah berhasil,” tutur Ali.
Menurut dia, hal itu bisa dipelajari dan dicontoh, serta harus dimulai dari keluarga. Sebab, keluarga merupakan pendidikan paling utama. Maka dari itu, pengajaran tentang kebaikan mesti diawali sejak dini di lingkungan keluarga.
“Kalau kita tidak bisa mengubah sistem, ubahlah dari hal terkecil, yaitu di keluarga, melalui adab tadi. Keluarga itulah pendidikan yang paling dasar,” pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.