KOMPAS.com - Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) secara resmi membuka Indonesia International Book Fair (IIBF) 2019. Pameran buku berskala internasional yang berlangsung pada 4 sampai 8 September 2019 ini merupakan ajang ke-39 sejak diadakan pertama kali pada 1980.
Awalnya menggunakan nama Indonesia Book Fair, kemudian berubah menjadi Indonesia International Book Fair sejak 2014.
Selain pameran dan penjualan buku, ada berbagai kegiatan yang digelar, misalnya transaksi hak cipta, diskusi, lomba untuk anak-anak, serta interaksi antara para aktivis literasi seperti penerbit, penulis, pustakawan, seniman, budayawan, pelaku pendidikan, dan industri kreatif lainnya.
Ketua Umum Ikapi Rosidayati Rozalina mengatakan, pihaknya berupaya agar pameran buku ini memberi manfaat sebaga ajang promosi literasi dan penjualan buku melalui buku-buku baru, best seller, impor, dan buku murah yang dapat dinikmati oleh para pengunjung.
“Ikapi secara paripurna mempersiapkan budaya literasi masyarakat dengan menyelenggarakan pameran berskala internasional seperti ini,” ujar Rosidayati dalam pembukaan IIBF 2019 di Hall A Balai Sidang Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu (4/9/2019).
Dia mengungkapkan, salah satu bagian yang diandalkan kali ini yaitu penjualan buku murah di Zona Kalap. Ini merupakan area penjualan buku-buku dengan potongan harga antara 40 hingga 90 persen dari berbagai penerbit.
Baca juga: IIBF 2019 Digelar Dua Hari Lagi, Ada 2 Hal Baru Kali Ini, Apa Saja?
Kegiatan ini sebagai perwujudan dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan agar pameran buku tidak hanya menjadi ajang promosi literasi, tetapi juga penjualan buku yang dapat dinikmati oleh masyarakat, yaitu dengan menyediakan buku murah.
“Untuk mewujudkan amanat undang-undang tersebut, sejak tahun lalu dibuat area khusus dengan diskon buku besar-besaran yang disebut sebagai Zona Kalap,” imbuhnya.
Rosidayati pun menuturkan, IIBF 2019 juga diwarnai dengan program perdagangan hak cipta antara penulis dan penerbit dari berbagai negara, yakni Indonesia Partnership Program (IPP).
Untuk merealisasikannya, Ikapi bekerja sama dengan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf). Tujuannya untuk membuat Indonesia menjadi pusat pemasaran hak cipta terjemahan (copyright) di dunia.
IPP ini mendorong terjadinya transaksi antara penerbit Indonesia dan mancanegara. Dengan begitu, IIBF tidak hanya menjual buku dari penerbit kepada masyarakat, tetapi juga menjadi pusat transaksi hak cipta terjemahan dari penerbit lokal ke dunia internasional.
“Program itu diciptakan untuk meningkatkan transaksi hak cipta dengan memenuhi kebutuhan pelaku industri mancanegara,” ucapnya.
Selain itu, dalam rangkaian IIBF 2019, ada juga simposium yang telah digelar pada 3 September 2019 tentang pendidikan, pengaruh teknologi terhadap pendidikan saat ini, dan penggunaan hak cipta.
Simposium itu mendapat dukungan dari Kemendikbud dan Bekraf. Hadir sebagai pembicara antara lain dari Asosiasi Penerbit Internasional (International Publishers Association/IPA), Oxford University Press, akademisi Rhenald Khasali, dan mantan deputi World Intellectual Property Organization (WIPO) Chandra Darusman.