Speech Delay, Cara Deteksi Dini dan Pencegahannya

Kompas.com - 11/09/2019, 18:14 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

2. Gangguan speech delay nonfungsional: merupakan sebuah akibat karena adanya sebuah gangguan bahasa reseptif, seperti autism ataupun ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) yang dialami anak.

“Sangatlah penting untuk mengawasi tumbuh kembang anak secara konsisten. Lakukanlah stimulasi sedini mungkin dengan mulai bicara kepada anak dengan bahasa yang sederhana, jelas, dan sering. Ambil banyak kesempatan untuk berbicara, mendengarkan, dan merespons anak. Bacakan buku bergambar untuk anak. Hindari penggunaan gadget sejak dini," ujar Anggia mengingatkan.

 

Komunikasi 2 arah

Anggia meyampaikan selain dapat mengakibatkan anak kesulitan berkomunikasi, speech delay juga berakibat pada sulitnya orangtua memahami keinginan anak. Bahkan menurutnya, akibat lebih jauh speech delay bisa berdampak serius.

“Akibat jauhnya mereka sangat mudah untuk memiliki faktor risiko gangguan jiwa, seperti depresi dan anxiety. Karena itu tadi, mereka tidak bisa mengekspresikan apa yang mereka mau. Bagi mereka semua perasaan itu ga nyaman. Ga nyamannya seperti apa, mereka tidak bisa ngomong atau mengekspresikan apakah mereka sedih, marah, atau kecewa, dan ini bisa berawal dari speech delay tadi,” kata Anggia.

Beberapa langkah dapat dilakukan untuk melakukan diteksi dini dapat dilakukan dengan cara:

1. Menggunakan sistem assessment tumbuh kembang anak. Ada beberapa bersifat gratis online diantaranya www.dini.id. Melalui dini.id orangtua dapat melakukan assessment online secara gratis sesuai dengan usia anak Anda. Sehingga jika ditemukan adanya permasalahan pada anak, dapat ditangani sedini mungkin.

2. Mengikuti kelas dirancang khusus stimulasi perkembangan anak di playground yang sudah bekerja sama dengan profesional child mental health(psikiater dan psikolog anak), di antaranya; AppleBee Taman Anggrek, Jakarta.

“Selain menghindari gadget dan televisi, ajak anak bermain sesering mungkin (dalam rumah). Bermainnya pun bukan hanya memberikan mainan banyak, tapi juga harus ada interaksi dua arah antara anak dan orang tua," ujar Anggia.

Ia menambahkan, kadang-kadang orangtua mau yang gampang, tidak mau repot sehingga anak menangis selalu diberikan apa yang anak mau, termasuk gadget.

"Harusnya tidak seperti itu. Yang benar adalah harus terjadi interaksi dua arah antara orang tua dengan anak. Nah, dengan interaksi dua arah yang semakin banyak itu, orang tua akan membantu anak berkembang kosakatanya, dan kemampuan emosionalnya juga akan lebih berkembang,” tutup Anggia.

Penulis: Sarah Sekar

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau