Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Karya Dosen Unair, "E-Nose" Bisa Deteksi Dini Penyakit Gigi dan Bahan Makanan

Kompas.com - 04/10/2019, 21:43 WIB
Erwin Hutapea,
Yohanes Enggar Harususilo

Tim Redaksi

Dia menambahkan, algoritma yang digunakan untuk melatih E–Nose tersebut melakukan klasifikasi bakteri-bakteri tertentu berdasarkan pola gas yang dihasilkan. Hasil pelatihan pengenalan pola menggunakan algoritma pada in vitro digunakan sebagai referensi saat pengujian E-Nose secara klinis.

Hasil dari uji coba yang dilakukan saat in vitro menunjukkan hasil yang bagus. Berbagai bakteri menghasilkan konsentrasi bau yang berbeda-beda tergantung pada jumlah hari penyimpanannya.

Penelitian tersebut menggunakan sensor MQ2, MQ3, MQ7, MQ8, MQ 135, dan MQ 136 yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Contohnya sensor MQ 135 yang spesifik untuk mendeteksi ammonia.

“Jadi ada sensor yang spesifik untuk karbon dioksida, ada juga yang untuk amoniak. Pada bakteri gigi umumnya bau yang dikeluarkan adalah jenis amonia. Hasil uji coba pada biofilm berbagai bakteri gigi menunjukkan adanya karakteristik fisis yang berbeda-beda pada berbagai bakteri. Sedang uji coba pada ayam yang diberi kuman E-coli menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan tanpa adanya E-coli,” imbuh Surya.

Penggunaan

Suryani menuturkan, penelitian tersebut menggunakan sensor larik gas khusus. Untuk deteksi penyakit gigi disarankan menggunakan sampel biofilm yang diambil dari gigi/gusi pasien dan ditumbuhkan pada media baru dideteksi. Metode tersebut akan menghasilkan data yang spesifik untuk karakteristik bakteri tertentu.

Metode yang lain dengan menggunakan sampel saliva. Namun, penggunaan saliva menghasilkan data yang kurang spesifik karena bau yang dihasilkan tidak hanya berasal dari mikroba penyebab penyakit gigi.

Selain untuk kesehatan, E-Nose juga telah banyak digunakan untuk deteksi kualitas bahan makanan, antara lain kualitas susu, daging, ikan, dan ayam.

Hasil penelitian untuk deteksi kualitas daging ayam oleh Haidar Tamimi dengan pembimbing kedua Dr Miratul Khasanah, MSi menunjukkan perbedaan pola gas yang terdeteksi oleh sensor karena adanya penurunan kualitas daging berdasarkan masa simpan dan aktivitas bakteri yang mampu dikenali oleh E–Nose.

“Dengan menggunakan sensor ini, kita bisa mengklasifikasi kualitas daging berdasarkan masa simpan maupun aktivitas jenis bakteri yang mengkontaminasi bahan makanan. Ternyata, semakin lama masa simpan daging ayam tidak menjamin konsentrasi gasnya semakin meningkat karena pada jam tertentu protein yang terkandung di dalam daging ayam sudah habis. Jadi setiap jam ada pola khas dari gas yang dihasilkan. E–Nose mampu untuk membedakan kualitas daging ayam,” paparnya.

Melalui hasil yang didapat dari riset tersebut, Suryani mengharapkan dapat menghasilkan karya-karya berbasis inovasi yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat dengan harga murah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com