KOMPAS.com - Matahari bersinar dan menari-nari di panggung Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat.
Langkah-langkah kecil yang halus berhasil meredam suara panggung yang terbuat dari kayu, meninggalkan keindahan yang dibungkus kesunyian. Tanpa ucap, tetapi gerak tubuh; anak-anak Tuli memulai aksinya dalam kreasi pertunjukkan teatrikal bertajuk “Papua Kakakku” (14/9/2019).
Salah satu pemain beraksi lewat ekspresi dan bahasa isyarat. Berbeda dengan pementasan pertama Teater 7 yang dominan diperankan pemain dewasa, kali ini giliran anak-anak yang beraksi.
Salah satunya Fudhail Abdillah Alkaff, seorang aktor cilik berusia 11 tahun yang ikut berlaga di bawah sorot lampu malam itu. Akrab dipanggil Dillah, ia bercerita kepada Ibunya bahwa terdapat banyak pembelajaran didapatkan ketika mengikuti Teater 7.
“Dillah pernah cerita bahwa dia belajar dance, belajar ekspresi wajah, belajar bahasa isyarat,” imbuh Nisa Imamy, Ibu dari Dillah. Nisa mengaku semenjak anak sulungnya bergabung dalam Teater 7, bakatnya di dunia seni sandiwara semakin berkembang dan tersalurkan.
Ray Sahetapy, pendiri Teater 7, turut memberikan kata sambutan kepada para hadirin di rangkaian pembukaan pementasan “Papua Kakakku”.
Baca juga: Di Semarang, Anak Berkebutuhan Khusus Dapat Hidup Lebih Nyaman
“Salam Nusantara!” teriak Ray Sahetapy, pendiri Teater 7.
“Sejahtera!” balas penonton yang hadir dan menjadi saksi perwujudan karya kedua sejak teater ini berdiri pada 2018.
Teater 7 merupakan Teater Tuli pertama di Jakarta dan memiliki visi mengembangkan gagasan-gagasan Nusantara.
Ray Sahetapy memotivasi aktor dan aktris tuli untuk berani menciptakan gagasan yang orisinal. Dari persiapan sampai hari pementasan “Papua Kakakku”, hampir setiap gagasan dan ide yang muncul adalah dari teman-teman tuli.
“Supaya Teman Tuli itu bisa memasukkan gagasan-gagasan yang dapat dipahami oleh
Teman Dengar,” ucapnya ketika diwawancarai Kompas.com setelah pementasan kedua selesai.
“Oleh karena itu, karya ini yang seluruhnya dari Teman Tuli. Sutradara, penulis naskah,
pemain; Tuli semua!”
Para pemain berlakon dalam pementasan ini adalah anak-anak yang masih berada di Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas atau Kejuruan. Dengan ragam karakter dan latar belakang pemain, tantangan yang muncul juga beragam.
Sama seperti tutur dari produser terlibat, mereka mengaku terdapat beberapa rintangan ketika pelatihan berlangsung.
“Lebih kepada bagaimana cara mereka fokus,” ujar Kania Widjajadi yang terlibat sebagai salah
satu produser. “Memberitahu mereka kita akan membuat pentas, nih, judulnya Papua Kakakku. Jadi mereka ga boleh main-main, lari-larian, dan yang lainnya,” ujarnya.