"Papua Kakakku", Gagasan Nusantara dari Teman Tuli Teater 7

Kompas.com - 09/10/2019, 00:01 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

Kerja sama yang tulus

Kania menceritakan perspektifnya mengenai proses yang dilalui teman-teman Tuli. Menurutnya, Tuli belum diperhatikan penuh oleh pemerintah dan masyarakat; terutama anak-anak.

Ia menganggap mereka masih “dikurung” dan tidak dibiarkan bersosialisasi dan berkreasi di luar rumah.

Melihat persoalan ini, dirinya sebagai produser tidak ingin tinggal diam. “Sebagai produser turut mencoba untuk mengingatkan orang tua dan mengubah cara pandang mereka tentang anak-anak Tuli, supaya anak-anaknya dapat mengembangkan kreativitasnya, salah satunya berkaryanya lewat teater,” lanjutnya.

Tantangan lain disebutkan oleh Helga Theresia Manullang, produser eksekutif pementasan “Papua Kakakku”.

Tantangan yang dihadapinya adalah waktu dan kepentingan. Ia menceritakan tentang kesulitan membagi waktu.

“Semua panitia punya kegiatan masing-masing,” jelasnya Helga. “Saling sabar dan memahami keadaan teman-teman panitia yang terkadang koordinasinya lambat karena punya kesibukan
masing-masing.”

Namun di antara banyaknya bentrok, Helga merasakan adanya kerja sama yang tulus. Dirinya salut kepada seluruh pihak yang terlibat; mulai dari pemain, Ibu-ibu dari pemain, panitia, Juru Bahasa Isyarat, sampai ke Sutradara, dan masih banyak lagi.

“Hati dan tenaganya luar biasa sampai sulitnya membagi waktu bukan penghalang pementasan ini,” terusnya.

Tuli dan penerimaan Keluarga

Ray Sahetapy pendiri Teater 7 usai pertunjukkan teatrikal ?Papua Kakakku? (14/9/2019) di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, Cikini, Menteng, Jakarta.DOK. KOMPAS,.com/EVELYN KUSUMA Ray Sahetapy pendiri Teater 7 usai pertunjukkan teatrikal ?Papua Kakakku? (14/9/2019) di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, Cikini, Menteng, Jakarta.

Sebelum masuk ke dalam ruangan teater, para hadirin disuguhkan pameran karya kecil berisikan lukisan dan gambar dari para pemain; bukan hanya itu, terdapat juga pesan pendek dari orangtua mereka.

Kriya dan kata yang terpajang bukan tanpa sebab, Teater 7 ingin memberikan sekilas cerita yang dialami oleh para pemain dan juga keluarganya selama masa persiapan.

Teater 7 mengangkat budaya Papua sebagai latar cerita pementasan kali ini, dilengkapi dengan pakaian dan aksesorisnya.

Cerita tentang perjuangan, asa, harapan, motivasi, kegagalan, bahkan keterpurukan diilustrasikan ke dalam karya. Terlihat di awal, banyak keraguan yang masih muncul pada sebagian orangtua dan juga pemain.

“Ada sebagian orang tua yang dulunya merasa malu punya anak tuli,” tutur Nisa kembali. “Tapi kami para orangtua pun belajar dan bisa melihat dunia anak-anak kami itu tidak seburuk yang
kami bayangkan dulu,” tambahnya.

Halaman:


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau