Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agnes Setyowati
Akademisi

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

Menaruh Harapan pada Menteri Nadiem Makarim

Kompas.com - 06/11/2019, 09:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

Kemampuan lainnya menguasai coding/programming, untuk memahami dunia virtual, menguasai statistik agar bisa menganalisis data, melihat tren secara kritis.

Selain itu juga dikembangkan kemampuan paham psikologi dan nasionalisme inklusif untuk membangun masyarakat kelas dunia dengan mengundang orang-orang hebat dari luar untuk berkarya di negeri ini.

Indonesia akan diciptakan sebagai pemain ekonomi digital yang adikuasa.

Tantangan

Tantangan menuju lompatan tersebut rasanya cukup berat. Perjalanan pendidikan kita dari waktu ke waktu, terlihat begitu-begitu saja. Setiap kali ganti menteri sistem pun berganti.

Jadi, masalah mendasar pendidikan kita sebenarnya pada pengelolaan yang seharusnya bersifat komprehensif dan berkesinambungan.

Melihat narasi-narasi yang muncul, pendidikan Indonesia tampaknya kali ini difokuskan pada penciptaan SDM Indonesia siap kerja, dengan wacana link and Match dengan dunia kerja dan industri seperti kebijakan masa lalu yang pernah diterapkan tapi belum mendapatkan hasil memuaskan dengan tingginya pengangguran terdidik yang tidak bisa terserap dunia industri.

Memperhatikan fenomena yang terjadi, sejumlah pertanyaan memenuhi pikiran kita.

Bagaimana dengan pendidikan karakter bangsa dan nasib manusia sebagai pembelajar?

Bagaimana peran kebudayaan dalam pendidikan kita?

Apakah semua akan diciptakan sebagai “robot” pekerja yang meterialistik konsumtif?

Kita ingin menyaksikan lompatan besar dari seorang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang baru yang dianggap sebagai terobosan dan keberanian Jokowi berpaling dari pakem lama yang dianggap monoton, dengan memilih menteri berusia muda dan dari kalangan pengusaha bisnis digital.

Peran pendidikan yang berfokus pada teknologi diharapkan tidak bertentangan dengan amanat konstitusi yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa yang tentu saja hal ini berkaitan dengan pembentukan karakter bangsa.

Tantangan penggunaan teknologi dalam pendidikan di daerah juga tidak mudah sehingga diperlukan terobosan luar biasa untuk menciptakan perangkat lunak maupun keras untuk menggapai wilayah-wilayah terjauh dari pusat pemerintahan disamping SDM sebagai guru yang juga harus “melek” teknologi.

Kualitas guru adalah masalah lainya yang urgen dan harus ditangani dengan serius karena lompatan pendidikan berbasis teknologi digital harus pula menyertakan lompatan kemampuan guru di seluruh tingkatan pendidikan.

Revolusi mental

Dari sisi ini diperlukan revolusi mental yang menyentuh seluruh komponen dunia pendidikan, baik siswa, guru, dan seluruh pemangku kepentingan.

Kompetensi dan mentalitas guru dalam mendidik akan menentukan kualitas pendidikan di Indonesia.

Kemampuan berpikir kritis, bekerja sama, berkomunikasi dan kreatif hanya dapat tercapai dengan kualitas guru yang baik.

Karena pendidikan adalah tempat manusia sebagai pembelajar yang terus mencari ilmu pengetahuan baru, kiranya pendidikan kita tidak hanya disiapkan untuk mencetak tenaga kerja siap pakai, tetapi terlebih juga sebagai manusia yang memiliki karakter pembelajar.

Saat manusia siap bekerja, diharapkan ia tidak berhenti sebagai pembelajar dan pencari ilmu pengetahuan untuk memajukan peradaban manusia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com