KOMPAS.com — Sejak umur 10 tahun, Angkie Yudistira kehilangan pendengarannya. Angkie tuli awalnya diduga karena konsumsi obat-obatan antibiotik saat ia mengidap penyakit malaria.
Menjadi penyandang tunarungu pada saat remaja bukanlah hal mudah bagi Angkie. Ia kerap merasa tertekan dan tak percaya diri.
Perlu waktu 10 tahun bagi perempuan penulis buku Perempuan Tunarungu, Menembus Batas itu untuk bangkit.
Ia bersekolah di SMAN 2 Bogor dan kemudian melanjutkan kuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi di London School of Public Relations Jakarta. Kehidupan di kampus itulah yang kemudian sedikit demi sedikit mengubah pola pikirnya.
"Dosenku bilang, kamu jujur sama diri kamu sendiri. Kalau kamu sudah jujur sama diri sendiri dan jujur sama orang lain, orang lain akan mengapresiasi kejujuran kita. Jadi benar, ketika aku jujur, mereka jadi sangat bantu," ucap Angkie.
Baca juga: Stafsus Jokowi Angkie Yudistia: Sudah Waktunya Disabilitas Dianggap Setara
Angkie mulai sadar. Bila ia tidak pernah menerima kekurangannya, sampai kapan pun ia tak akan pernah menikmati hidupnya.
Kebangkitan Angkie tak terlepas dari dukungan orangtuanya. Ia bangkit untuk menjalani kehidupannya.
Perlahan, ia dapat mengatasi mental block terhadap diri sendiri. Angkie juga teringat ucapan seorang dokter spesialis THT (telinga, hidung, dan tenggorokan) yang mengatakan, kesembuhannya ada di tangan Tuhan.
"Jadi, ini sudah jalan hidup. Ada maksud Tuhan di balik ini semua. Dari kuliah komunikasi aku mulai bisa menerima dan menemukan jati diri aku sebenarnya," ucapnya.
Bagi Angkie, mendirikan Thisable Enterprise adalah anugerah. Thisable Enterprise lahir dari niatnya bersama rekan-rekannya mendirikan organisasi karena pengalamannya sulit berkarya dengan keterbatasan yang dimilikinya.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan