Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agnes Setyowati
Akademisi

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

Guru dan Tantangan Pendidikan Karakter

Kompas.com - 28/11/2019, 17:44 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

Guru juga harus memiliki kompetensi sosial, kepribadian yang baik, serta profesional. Tuntutan-tuntutan guru di sekolah formal semakin lama semakin tinggi dan berat.

Salah satu tantangan berat yang dihadapi oleh pendidikan di Indonesia adalah hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) tahun 2015-2017 nilainya masih di bawah 70.

Tantangan lainnya adalah mengawal generasi mendatang yang tidak bisa dianggap remeh. Menurut data Kemendikbud, guru di Indonesia jumlahnya 3.017.296. Bandingkan dengan jumlah anak didik sebanyak 45.047.428 untuk sekolah umum.

Pendidikan karakter

Persoalan lainnya, masih terdapat pandangan-pandangan keliru dari guru tentang pendidikan karakter.

Misalnya, banyak guru beranggapan pendidikan karakter hanyalah pelengkap sehingga siswa lebih banyak dijejali dengan pelajaran-pelajaran yang sifatnya akademis dengan mengesampingkan pendidikan karakter.

Padahal, akan berbahaya jika anak didik hanya berkembang secara akademis tapi tidak dalam karakter.

Masih banyak guru juga beranggapan bahwa pendidikan karakter hanyalah sebuah pengetahuan (kognitif).

Padahal, pendidikan karakter adalah holistik, menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang perlu diasah secara khusus dan terencana.

Perlu upaya serius dalam menangani masalah mendasar dalam pendidikan kita, di antaranya mengubah pendekatan pendidikan dan pola pikir guru, tidak sekadar mengubah kurikulum.

Saat ini guru lebih diharapkan menjadi mentor siswa dalam mencari pengetahuan dan menuntun pada minat siswa karena guru bukan individu yang menguasai segala hal.

Juga bukan saatnya lagi guru menjadi patron yang menuntut untuk didengar segala “ocehannya” tetapi harus menjadi teman diskusi setiap muridnya, mengajak berpikir secara kritis, logis dan tidak menuntut murid menjadi penghapal, selaras dengan harapan Mendikbud.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com