KOMPAS.com - Jika Anda saat ini punya anak yang sudah menginjak usia remaja, pasti mengalami problem dalam hal pendampingan. Terlebih dengan perkembangan zaman, semua serba berubah.
Apalagi adanya media sosial, sang anak pasti lebih sibuk sendiri dengan dunianya. Untuk bercerita dengan orangtua pasti sudah jarang.
Bahkan ada banyak anak usia remaja menjaga jarak. Terutama jika sudah menyangkut privasi tentang aktifitas sehari-hari yang mereka anggap penting, justru tidak dibicarakan dengan orangtua.
Menjelang masa remaja awal (13-16 tahun), anak-anak akan mengalami kondisi di mana kehidupan terasa bebas, rasa penasaran yang tinggi terhadap hal-hal baru, meningkatnya fungsi seksualitas dan dorongan emosi yang tidak stabil.
Baca juga: Para Orangtua, Yuk Mulai Dampingi Anak Anda Nonton Televisi
Terhadap hal tersebut, peran orang tua menjadi sangat penting terutama sebagai agent of control bagi perilaku mereka.
Dikutip dari laman resmi Sahabat Keluarga Kemendikbud, berikut 5 hal yang dapat dilakukan orangtua untuk menyikapi anak di masa remaja.
Sebagai orang tua, Anda tidak selamanya tahu apa yang anak inginkan dan lakukan pada pergaulannya. Apalagi sebagai remaja awal (adolescence) yang memiliki banyak keinginan.
Namun Anda tidak usah khawatir tentang hal tersebut, menjalin komunikasi dua arah adalah solusi terbaik untuk mengetahui sebagian besar hal tentang mereka.
Berilah kesempatan buat mereka untuk bercerita dan mencurahkan isi hatinya, karena remaja cenderung suka bercerita dibanding mendengarkan.
Setelah mereka bercerita, Anda sebagai pendengar bisa sedikit demi sedikit memberikan masukan dengan nada bercerita pula. Hal itu agar mereka tidak merasa seperti dihakimi atau dinasihati.
Bagi orangtua yang mempunyai sedikit waktu untuk bisa berkomunikasi intensif dengan anak, guru di sekolahan menjadi solusi.
Artinya orangtua bisa memberikan otoritas kepada sekolah untuk bisa mendidik dan mengarahkan anaknya dengan kesepakatan tertentu.
Baca juga: 10 Gaya Belajar Mahasiswa, dari Nongkrong di Kafe sampai Dengar Musik
Dengan adanya kesepakatan antara orangtua dan guru, maka pihak sekolah atau guru akan lebih leluasa untuk mengatur dan mengontrol perilaku si anak remaja.
Saat ini, maraknya perilaku pacaran berlebihan di kalangan pelajar seringkali karena alasan, "pacaran adalah penyemangat belajar".
Sebenarnya itu suatu pembohongan kepada publik, karena tidak ada sejarah yang mengatakan "pelajar sukses berkat pacaran di sekolah".