KOMPAS.com- Serangkaian persiapan ujian, mulai dari ulangan, ujian sekolah, try out, Ujian Nasional (UN), Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) maupun Seleksi Bersama Masuk PTN (SBMPTN) kini tengah dijalani oleh siswa di berbagai jenjang pendidikan.
Dalam bidang akademik, skor atau nilai yang didapat saat ujian memang menjadi patokan keberhasilan untuk masuk sekolah atau perguruan tinggi favorit. Skor UTBK misalnya, semakin tinggi yang didapat, maka semakin mungkin siswa dapat masuk ke PTN favorit.
Walau begitu, orangtua maupun guru perlu memahami bahwa skor yang tinggi atau keberhasilan tak hanya ditentukan oleh kecerdasan otak anak. Sehingga, bila nantinya nilai yang didapat anak tak sesuai target, bukan berarti anak tidak cerdas atau gagal.
Baca juga: Jack Ma: Investasi Besar Pendidikan Perlu Fokus pada Guru dan PAUD
Merangkum laman resmi Sahabat Keluarga Kemendikbud, ada sejumlah fakta yang menyatakan bahwa untuk sukses, otak cerdas saja tidaklah cukup.
Sebuah penelitian dari Harvard University Amerika Serikat mengungkap, kesuksesan seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi juga banyak dipengaruhi oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).
Menariknya, penelitian ini mendapati hard skill akan menentukan kesuksesan seseorang sebanyak 20 persen saja. Sedangkan 80 persen kesuksesan didapat melalui soft skill.
Melansir situs pencarian kerja Indeed, soft skill bisa dikatakan sebagai ciri atau kepribadian. "Keterampilan interpersonal" dan "keterampilan komunikasi" menjadi soft skill yang paling banyak dicari di dunia kerja.
Baca juga: 7 “Skill” yang Perlu Dimiliki Saat Memilih Prodi Kedokteran
Beberapa soft skill lain juga diperlukan dalam kesuksesan karier antara lain kemampuan kerja tim, ketekunan, mampu beradaptasi, menghadapi konflik, fleksibilitas, kepemimpinan, penyelesaian masalah, kreativitas, etos kerja, integritas, dan banyak lainnya.
Umumnya, perusahaan akan menilai soft skill melalui psikotes atau tes kepribadian dalam seleksi pegawai. Itu sebabnya, banyak orang dengan nilai tinggi yang kemungkinan tidak lolos seleksi karena gagal dalam psikotes.
Psikotes tak hanya menilai potensi akademik semata, namun juga menilai apakah calon karyawan memiliki kepribadian serta nilai yang sejalan dengan perusahaan.
Bulletin Character Educator yang diterbitkan oleh Character Education Partnership mengungkap hasil studi yang dilakukan Marvin Berkowitz dari University of Missouri-St.
Hasil studi itu menunjukkan, motivasi siswa sekolah cenderung meningkat dalam meraih prestasi akademik di sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter.
Kelas-kelas yang secara aktif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukkan terjadi penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik.
Karakter merupakan ciri khas individu yang ditunjukkan melalui cara bersikap, berperilaku, dan bertindak untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkungan sekolah, keluarga, maupun masyarakat.
Anak memiliki karakter baik akan menjadi orang dewasa yang mampu membuat keputusan dengan baik dan tepat serta siap mempertanggungawabkan setiap keputusan.