Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

100 Hari Jokowi-Ma'ruf: Kejutan Nadiem soal Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka

Kompas.com - 28/01/2020, 18:45 WIB
Albertus Adit,
Yohanes Enggar Harususilo

Tim Redaksi


KOMPAS.com - Hari ini, Selasa (28/1/2020) tepat hari ke-100 Presiden RI Joko Widodo menjabat jadi presiden periode keduanya.

Di periode kedua, Jokowi masih mencanangkan pembangunan infrastruktur meneruskan pembangunan di periode I. Namun, membangun sumber daya manusia unggul dan berdaya saing jadi tujuan utamanya.

Nadiem Makarim yang digadang-gadang mampu mengawal visi tersebut di bidang pendidikan dan kebudayaan tancap gas. Mendikbud Nadiem langsung membuat gebrakan baru yakni meluncurkan konsep "Merdeka Belajar".

Konsep Merdeka Belajar itu diluncurkan pada acara Rapat Koordinasi Bersama Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Jakarta 11 Desember 2019.

Tidak berselang lama, Mendikbud yang minta disapa "Mas Menteri" di awal tahun ini, tepatnya 24 Januari 2020 kembali meluncurkan kebijakan baru "Kampus Merdeka" yang masih merujuk pada konsep "Merdeka Belajar". 

Apa saja perubahan yang dilakukan Mendikbud Nadiem Makarim?

Kebijakan Merdeka Belajar

Baca juga: Gebrakan Merdeka Belajar, Berikut 4 Penjelasan Mendikbud Nadiem

1. Perubahan format USBN

Dijelaskan Nadiem, situasi saat ini USBN membatasi penerapan dari semangat UU Sisdiknas yang memberikan keleluasaan bagi sekolah untuk menentukan kelulusan.

Untuk arah kebijakan barunya, Tahun 2021 USBN akan diganti dengan ujian (asesmen) yang diselenggarakan hanya oleh sekolah.

Nantinya, ujian dilakukan untuk menilai kompetensi siswa. Dimana ujian dalam bentuk tes tertulis dan atau bentuk penilaian lain yang lebih komprehensif. Seperti portofolio dan penugasan (tugas kelompok, karya tulis dan sebagainya).

Dengan begitu, guru dan sekolah lebih merdeka dalam menilai hasil belajar siswa. Bahkan diharapkan anggaran USBN dialihkan untuk mengembangkan kapasitas guru dan sekolah guna meningkatkan kualitas pembelajaran.

2. Penggantian UN

Menteri Nadiem melihat situasi saat ini materi UN terlalu padat sehingga siswa dan guru cenderung menguji penguasaan konten, bukan kompetensi penalaran

Disamping itu, UN dianggap jadi beban siswa, guru dan orangtua karena menjadi indikator keberhasilan siswa sebagai individu.
Karenanya tahun 2020, UN akan dilaksanakan terakhir kalinya. Sebagai penggantinya, pada 2021, UN diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter.

3. Penyederhanaan RPP

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) selama ini, guru diarahkan mengikuti format RPP secara kaku. Tetapi nanti guru akan bebas memilih, membuat, menggunakan dan mengembangkan format RPP.

Dulu, RPP terlalu banyak komponen dan guru diminta menulis sangat rinci (satu dokumen RPP bisa lebih 20 halaman). Tetapi nanti akan dipersingkat yakni RPP berisi tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan asesmen. RPP hanya 1 halaman saja.

Baca juga: Mendikbud Nadiem Hapus UN lewat Merdeka Belajar, Ini Penggantinya

4. Kebijakan baru zonasi

Untuk program " Merdeka Belajar" yang terrakhir ini, Nadiem menjelaskan bahwa Kemendikbud tetap menggunakan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

Adapun kebijakannya, PPDB lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah.

Luncurkan Kampus Merdeka

Adapun sasaran dari kebijakan ini ialah ditujukan bagi pendidikan tinggi. Namanya ialah Kebijakan "Kampus Merdeka". Terdapat empat penyesuaian kebijakan di lingkup pendidikan tinggi.

"Kebijakan Kampus Merdeka ini merupakan kelanjutan dari konsep Merdeka Belajar," ujar Mendikbud dalam rapat koordinasi kebijakan pendidikan tinggi di Gedung D kantor Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Jumat (24/1/2020).

Baca juga: Ini Rangkuman 4 Kebijakan Kampus Merdeka Mendikbud Nadiem

Ini empat poin kebijakan Kampus Merdeka:

1. Pembukaan Prodi Baru

Kebijakan pertama ialah otonomi bagi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) untuk melakukan pembukaan atau pendirian program studi (prodi) baru.

Otonomi ini diberikan jika PTN dan PTS tersebut memiliki akreditasi A dan B, dan telah melakukan kerja sama dengan organisasi dan/atau universitas yang masuk dalam QS Top 100 World Universities.

Hanya saja, ada pengecualian untuk prodi kesehatan dan pendidikan. Menurut Nadiem, seluruh prodi baru akan otomatis mendapatkan akreditasi C.

2. Soal akreditasi perguruan tinggi

Pada kebijakan kedua ini ialah adanya program re-akreditasi yang bersifat otomatis untuk seluruh peringkat dan bersifat sukarela bagi perguruan tinggi dan prodi yang sudah siap naik peringkat.

Kedepannya, akreditasi yang sudah ditetapkan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) tetap berlaku selama 5 tahun namun akan diperbaharui secara otomatis.

"Pengajuan re-akreditasi PT dan prodi dibatasi paling cepat 2 tahun setelah mendapatkan akreditasi yang terakhir kali. Untuk perguruan tinggi yang berakreditasi B dan C bisa mengajukan peningkatan akreditasi kapanpun," ujar Nadiem.

3. PTN didorong berbadan hukum

Pada kebijakan ketiga terkait kebebasan bagi PTN Badan Layanan Umum (BLU) dan Satuan Kerja (Satker) untuk menjadi PTN Badan Hukum (PTN BH).

Nantinya, Kemendikbud akan mempermudah persyaratan PTN BLU dan Satker untuk menjadi PTN BH tanpa terikat status akreditasi.

PTN juga dapat mengajukan permohonan menjadi BH kapanpun, apabila merasa sudah siap.

4. Mengambil SKS di luar prodi dan pembelajaran

Kemendikbud akan memberikan hak kepada mahasiswa untuk mengambil mata kuliah di luar prodi dan melakukan perubahan definisi Satuan Kredit Semester (SKS).

Baca juga: Kampus Merdeka, 8 Kegiatan Mahasiswa Luar Kampus yang Bisa Jadi SKS

Menurut Nadiem, perguruan tinggi wajib memberikan hak bagi mahasiswa untuk secara sukarela boleh mengambil ataupun tidak SKS di luar kampusnya sebanyak dua semester atau setara dengan 40 SKS.

Tak hanya itu saja, mahasiswa juga dapat mengambil SKS di prodi lain di dalam kampusnya sebanyak satu semester dari total semester yang harus ditempuh. Namun ii tidak berlaku untuk prodi kesehatan.

Mendikbud juga menjelaskan pengertian mengenai SKS. Setiap SKS diartikan sebagai 'jam kegiatan', bukan lagi 'jam belajar'.

Kegiatan di sini berarti belajar di kelas, magang atau praktik kerja di industri atau organisasi, pertukaran pelajar, pengabdian masyarakat, wirausaha, riset, studi independen, maupun kegiatan mengajar di daerah terpencil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com