100 Hari Nadiem Makarim: Catatan Kritis tentang Kebijakan Kampus Merdeka

Kompas.com - 29/01/2020, 20:59 WIB
Wahyu Adityo Prodjo

Penulis

KOMPAS.com - Dalam 100 hari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim memimpin Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, ia telah mengeluarkan sejumlah kebijakan salah satunya adalah Kampus Merdeka.

Nadiem menjelaskan Kebijakan Kampus Merdeka ini merupakan kelanjutan dari konsep Merdeka Belajar. Menurutnya, pelaksanaannya paling memungkinkan untuk segera dilangsungkan.

"Hanya mengubah peraturan menteri, tidak sampai mengubah Peraturan Pemerintah ataupun Undang-Undang," ujar Nadiem dalam keterangan resmi.

Dalam kebijakan Kampus Merdeka, Nadiem memegang landasan hukum yaitu Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

Baca juga: Mendikbud Nadiem Luncurkan 4 Kebijakan Kampus Merdeka, Ini Penjelasannya

Sejumlah kebijakan dalam Kampus Merdeka yaitu otonomi universitas berakreditasi A dan Buntuk membuka program studi baru, re-akreditasi bersifat otomatis untuk seluruh peringkat, dan bersifat sukarela bagi Perguruan Tinggi dan Prodi yang sudah siap naik peringkat akreditasi.

Ada lagi kebijakan lain yaitu kebebasan bagi PTN Badan Layanan Umum (BLU) dan Satuan Kerja (Satker) untuk menjadi PTN Badan Hukum (BH) dan hak mengambil mata kuliah di luar prodi dan perubahan definisi Satuan Kredit Semester (sks).

Penulis Buku dan Pemerhati Pendidikan, Doni Koesoema A. mengatakan ada beberapa catatan kritis tentang kebijakan Kampus Merdeka. Menurutnya, kebijakan Nadiem belum terasa optimal.

Ia menilai belum ada perubahan fundamental di ruang kelas selain berbagai kebingungan yang malah muncul akibat kebijakan Merdeka belajar yang masih dianggap sulit dipahami maksudnya.

Sejauh ini kebijakan Kampus Merdeka ditentukan oleh kebijakan rektor atau kampus bila merujuk Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentnag Standar Nasional Perguruan Tinggi. Selain itu juga, kegiatan pembelajaran di luar program studi dilakukan melalui kerjasama antar perguruan tinggi (PT).

"Yang jadi masalah adalah ketika kualitas PT masih timpang, maka hanya PT dengan kualitas baik saja yang bisa saling berkolaborasi," ujar Doni saat dihubungi Kompas.com, Selasa, (28/1/2020).

Ia menilai PT dengan kualitas rendah akan semakin tertinggal dan kesulitan membangun jejaring untuk mengembangkan ilmu dalam aplikasi dunia nyata atau dunia kerja.

Menurutnya, sistem kurikulum dan standar isi materi perlu ditransformasi secara lebih detail. Hal itu perlu dilakukan, lanjutnya, agar konsep magang, praktik kerja dan lainnya dapat menjadi bagian integral program studi.

Doni menilai adanya Permendikbud No 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Perguruan Tinggi menunjukkan adanya perubahan paradigma dalam pengelolaan perguruan tinggi.

"Namun, Permendikbud ini belum bisa dieksekusi karena masih harus ditindaklanjuti oleh rektor. Jadi, Nadiem baru mengadakan perubahan di Dikti," tambahnya.

Ia menilai Nadiem belum mengeluarkan kebijakan yang menyentuh permasalahan substansi tentang guru atau dosen selain menyederhanakan kegiatan administrasi.

 

Tantangan Implementasi Kampus Merdeka

Pemerhati dan Praktisi Pendidikan 4.0, Indra Charismiadji mengatakan tantangan terberat dari implementasi paket kebijakan Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka adalah mindset atau pola pikir bangsa Indonesia yang masih belum merdeka. Ia memberikan istilah lainnya adalah mental inlander

Ia menilai kebijakan baik kebijakan Merdeka Belajar maupun Kampus Merdeka, poin-poinya masih parsial dan belum menuju ke titik tujuan yang ingin dicapai.

"Harusnya bisa dimulai dari identifikasi masalah yang berpotensi menghambat pencapaian target di 2045, solusi dari masalah2 tersebut yang kita butuhkan," kata Indra dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com.

Baca juga: 100 Hari Nadiem Makarim, Mampu Tingkatkan Rating Dunia Pendidikan

Tantangan lainnya dalam penyiapan seluruh program pembangunan sumber daya manusia (SDM) dunia adalah penyiapan tenaga pendidik sebagai ujung tombak.

Ia menilai dalam paket kebijakan Nadiem tak menyebutkan situasi dan kondisi ujung tombak program-program yaitu guru dan dosen.

"Tanpa SDM penggerak, program pembangunan SDM Unggul tidak akan berjalan. Dengan demikian harusnya dibuat persiapan khusus untuk mencetak dosen dan guru penggerak, seperti apa spesifikasinya, apakah sudah ada yang seperti itu, dan bagaimana menciptakan SDM tersebut," tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau