Ren Muhammad

Pendiri Khatulistiwamuda yang bergerak pada tiga matra kerja: pendidikan, sosial budaya, dan spiritualitas. Selain membidani kelahiran buku-buku, juga turut membesut Yayasan Pendidikan Islam Terpadu al-Amin di Pelabuhan Ratu, sebagai Direktur Eksekutif.

Senjakala Sekolah Kita

Kompas.com - 06/02/2020, 17:31 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

Einstein, Gus Dur, Steve Jobs, dan Mark Zuckerberg, adalah para teladan terbaik terkait anekdot kita ini.

Pendidikan adalah harapan, perjuangan, dan perlawanan pada ketidaktahuan kita akan kondisi nyata kehidupan.

Jika kita tahu apa yang sejatinya diketahui, maka hasilnya adalah pengetahuan.

Belajar itu menembus batas. Bahkan tak berhenti sampai liang lahat. Semua kita tumbuh secara usia, kejiwaan, logika berpikir, keyakinan, dan spiritualitas.

Pada puncak pencapaian itu, kita akan mengerti untuk apa semua ini diadakan Tuhan.

Cawan suci saintifik

Kedigdayaan sains dan industri modern menghadirkan revolusi baru dalam hubungan manusia dengan alamnya.

Saat Revolusi Agrikultur, umat manusia membungkam binatang dan tetumbuhan, lalu mengubah opera besar semesta jadi sebuah dialog antara manusia dan tuhan.

Kala revolusi saintifik, umat manusia malah membungkam Tuhan juga.

Dunia sekarang menjadi sebuah pentas tunggal manusia. Antroposen. Kita berdiri kesepian di panggung yang kosong, berbicara pada diri sendiri, lantas meraih kekuatan besar tanpa tanggung jawab apa pun.

Setelah mengejawantahkan hukum bisu fisika, matematika, kimia, dan biologi, manusia kini memperlakukan semua di sekitarnya seenak jidat sendiri.

Sebagai pewaris sah kehidupan kiwari, kita semua jelas menanggung beban yang sama besar. Baik Anda yang beragama atau tidak, pun yang ogah bertuhan.

Kehadiran kita yang serta-merta di planet biru ini menyimpan misteri agung yang perlu dijawab.

Sekolah, jika tak segera menginsyafi kepandirannya, takkan mampu mengantarkan siswa-siswinya untuk menjawab kegelisahan primordial yang dibawa seluruh anak manusia sejak ia terlahir ke dunia.

Menteri pendidikan Indonesia, para guru, dan juga dosen, harus pula menyadari betapa sejatinya, tak ada anak manusia yang bodoh.

Grafik nilai bukanlah penentu jalan hidup seseorang. Kita hanya sedang berusaha menjawab begitu banyak ketidaktahuan, dengan pengetahuan baru—yang lucunya, melahirkan ketaksaan berikutnya.

Ketahui dan sadarilah, wahai saudaraku, saat ini kita tengah melintasi sebuah era yang presedennya sedang dalam tahap perancangan.

Keyakinan purba manusia yang terlembagakan dalam agama, sedang di ambang gelombang tsunami “Agama Data.” Pranata kehidupan kita akan berubah. Cepat atau lambat.

IBM Watson, Deep Blue, AlphaGo, VITAL, OncoFinder, The Futurre of Employment, Annie, otomata selular, drone, adalah segelintir contoh upaya manusia zaman baru yang berusaha menguak tabir rahasia dari misteri kehidupan ini.

Kecerdasan artifisial yang sudah mentas itu, terbukti berhasil melampaui pencapaian manusia Abad-21.

Algoritma organik yang adalah kita, ternyata harus menelan pil pahit kekalahan atas temuannya sendiri.

Sementara pada saat yang sama, sebagian besar manusia belum lagi terjaga dari tidur malamnya yang berkepanjangan di masa lalu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau