KOMPAS.com - Dulu, guru disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Sebab berkat guru, anak didik menjadi pribadi yang unggul untuk membangun masa depan bangsa. Orang bisa sukses juga karena sekolah dan mendapat ilmu dari guru.
Kini, menjadi seorang guru adalah pilihan yang memang butuh "passion". Jika tidak, maka bakal menderita dengan berbagai lika-liku kehidupan seorang tenaga pendidik.
Namun berbeda dengan guru yang satu ini. Meski masih berstatus guru honorer, Rahmawati, M.Pd. alumni Jurusan Pendidikan Sejarah IKIP Jakarta Angkatan 1991 (kini Universitas Negeri Jakarta/ UNJ) ingin menjadi guru seutuhnya.
Dilansir dari laman IKA UNJ, dijelaskan bahwa Rahmawati banyak membukukan prestasi nasional. Berturut-turut selama 2 tahun: 2013-2014, Rahmawati meraih juara I nasional lomba hemat energi (LHE) untuk Sekolah dari Kementerian ESDM dalam kategori Manajer Sekolah Hemat Energi.
Baca juga: Guru Dihimbau Terus Sesuaikan Metode Pembelajaran dengan Teknologi Informasi
Kemudian pada tahun 2014, ia meraih juara I nasional dari Kementerian ESDM untuk kategori The Best Mother School. Prestasi nasional juara I kembali diraihnya saat membawa hasil riset lapangan, dan belajar bersamanya di SMK 1 Cikarang Barat dalam lomba Inovasi Pembelajaran Karakter Bangsa SMK Tingkat Nasional yang diselenggarakan Kemendikbud RI pada 2017.
Berkali-kali, Rahmawati juga menjadi narasumber seminar nasional serta internasional. Lantas, apa kunci yang dijalankan Rahmawati hingga berprestasi di tingkat nasional tersebut?
Ternyata, dia memiliki teknik mengajar yang unik. Berikut 5 teknik mengajar yang dibagikan Rahmawati kepada mahasiswa calon guru agar menjadi guru hebat pada Reboan Pendidikan Forum Diskusi Pedagogik IKA UNJ, 2 Desember 2019.
Hal pertama ialah harus bangga dengan profesi sebagai seorang guru. Jika tidak bangga maka bisa menderita dan merasa lelah.
Syarat menjadi guru yang bisa diterima dan tidak dimusuhi oleh para murid, yaitu dengan tidak berkata dan bersikap yang menimbulkan perasaan trauma kepada para siswa-siswi.
Rahmawati ingin calon guru atau para mahasiswa bisa bersikap profesional. Dia mencontohkan bahwa dirinya tidak datang terlambat di sekolah, maka siswa juga tidak akan datang terlambat.
Ketika mengajar di SMK Cikarang Barat, dia bertemu dengan anak-anak yang ketahuan habis tawuran karena kepalanya plontos.
Namun kepada anak itu dia mengatakan bahwa "kamu pasti akan jadi ABRI". Sebab, kalau dia berkata habis tawuran maka siswa akan membencinya seumur hidup.
Intinya, kalau guru menanamkan sikap positif pada anak maka anak akan melihat positifnya guru. Disisi lain, anak justru akan mengubah diri menjadi motivasi yang lebih positif.
Baca juga: Tenaga Honorer Akan Dihapus, Ini Solusi yang Diberikan Forum Guru untuk Pemerintah
Prestasi yang diraih Rahmawati tingkat nasional pada 2013 dan 2014 itu karena dia bisa dekat dengan siswa dan membuka diri untuk belajar bersama siswa.
Dia berharap, para guru sebaiknya lebih mampu membuka diri belajar dengan para muridnya. Pembelajaran ini akan memberikan suatu makna sebagai guru harus sama-sama belajar dengan siswa.
"Jadi jangan malu, sebab sekolah itu memberikan tempat kita bertemu dan berinteraksi, maka budaya belajar lebih mudah terbentuk," ujarnya. Apalagi anak zaman sekarang, kedekatan dengan seorang guru lebih senang sebagai seorang kawan," ujarnya.
"Jadi bukan antara atasan dengan bawahan. Metode ini saya bawa dengan budaya belajar bersama, sehingga siswa belajar saya juga belajar. Mereka lebih nyaman, lebih enjoy dan ini sangat menyenangkan,” jelas Rahmawati yang menjadi wisudawan terbaik IKIP Jakarta tahun 1996.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.