Oleh: Titien Suprihatien, Guru SMPN 11 Batanghari
“Bully terkadang berawal dari ketidaksengajaan, tidak hanya dilakukan oleh siswa namun ada kalanya kami (guru) juga keceplosan.”
KOMPAS.com - Tidak bisa dipungkiri kehidupan anak-anak penuh dengan canda tawa, terlebih saat mereka bersama di sekolah. Sekolah menjadi tempat tumbuh dan berkembangnya jiwa dan raga siswa.
Segala interaksi terjadi akan mempengaruhi hati dan rasa yang mereka punya.
Namun, ada banyak juga interaksi yang menyebabkan terjadinya bully pada siswa, baik dilakukan oleh sesama siswa, atau siswa membully gurunya.
Bahkan bullying atau perundungan tak sengaja terkadangpun terucap dari lidah sang guru.
Body shaming kerap terjadi di sekolah, ini adalah jenis bullying verbal. Seorang siswa menyapa temannya dengan penggilan negatif, mengomentari dan menghina fisik.
Ada banyak panggilan negatif seperti: “pik itam” artinya gadis hitam, “buntal” artinya gendut, “tengkot” atau pincang, “bleng” berarti kulitnya panuan.
Terkadang tersirat sebagai candaan anak-anak, namun tak jarang juga menyebabkan perkelahian.
Anak-anak tertentu terkadang tidak bisa menerima ejekan temannya. Korban ejekkan cenderung menjadi pendiam dan menarik diri dari komunitas di kelasnya, menjadi pendiam dan tidak bisa belajar dengan nyaman.
Tidak hanya siswa, gurupun punya panggilan bully tersendiri dari siswanya
Butuh kesabaran ekstra besar bagi seorang guru dalam menghadapi ragam pola tingkah laku anak didik. Perubahan perilaku hidup membuat sebagian siswa-siswi memiliki kepribadian yang susah untuk dibina.
Kenyataan ini membuat guru terkadang emosi. “Kamu tidak seperti kakakmu! Dulu kakakmu rajin, pintar, patuh, berprestasi, sekarang giliran adiknya….. parah… sudah bodoh, bandel pula!”.
Anak didik paling tidak suka dibanding-bandingkan. Ini akan melukai hari siswa, luka yang akan membekas hingga ia dewasa. Bahkan akan mempengaruhi hubungan baik dengan sang kakak yang selalu dipuji
Selain membandingkan siswa dengan kakaknya yang sudah tamat, ada juga kecenderungan oknum guru yang membandingkan anak didik dengan anak kandungnya.